Monday, April 23, 2012

LOVE STORY 8


***
Fino datang ke rumahku, pagi-pagi sekali. Ia yang membangunkanku. Orangtuaku sudah kenal baik dengan Fino bahkan sudah menganggap Fino sebagai anak sendiri jadi bukan hal yang aneh jika Fino masuk kedalam kamarku. Dia suka sekali menggodaku.

“Belaaa bangun belaa bangun belaaa bangunnnn!!!”. Teriaknya

“Fino, ahh kamu ngapain si masuk-masuk. Masih ngantuk tau” jawabku sambil menarik selimut hingga menutupi wajahku.

“aku mau ajak kamu olahraga. Karena aku udah jauh-jauh kesini jadi kamu harus mau. Udah cepet bangun, males banget si jadi perempuan!” Fino membuka selimutku dan memaksaku untuk bangun dan alhasil aku terpaksa bangun. Memang Fino selalu membuatku menderita. Ralat, kadang dia menyebalkan namun sebenarnya dia manis. Hehe.

15 menit kemudian aku sudah siap. Celana training lengkap dengan kaos dan sepatu dan aku mengikat rambut panjangku. Sebenarnya aku lebih suka berenang dan Fino tau itu, namun Fino malah mengajakku lari-lari pagi. Dan lucunya Fino mengajakku lari pagi namun tempat lari paginya jauh dari rumahku dan kita menggunakan mobil menuju ke Gor yang jaraknya 30menit dari rumah.

“Fin, kenapa jauh banget si olahraga doang, mesti bawa mobil lagi. Lucu ya kamu” tanyaku heran.

“dari dulu bel kalo lucu. Hahahah” jawab Fino dengan tawa yang menyebalkan.

“ya terus kenapa jauh-jauh” tanyaku lagi

“suka-suka aku dong bel, sekalian refreshing. Disitu cewe-cewe nya banyak yang cantik-cantik bel. Hahahaha” jawabnya dengan tawa yang merusak mood.

“Ih genit banget si.” Jawabku ketus.

“ngambek-ngambek.. haha cemburu yaa?” tanyanya menggodaku.

“yeee, ngapain cemburu. Penting emang? Enggak! Mau cari cewe di tempat olahraga, silahkan. Gada juga yang mau sama kamu.” Kataku ketus. Padahal mana ada cewe yang bisa nolak Fino. Dari dulu hingg sekarang tidak berubah. Aku tidak mungkin cemburu. Aku hanya kesal. Ngapain Fino mengajakku kalo dia Cuma mau ngecengin cewe-cewe. Pergi sendiri juga kan bisa kalo memang itu niatnya. Aku menggerutu dalam hati.

Akhirnya aku dan Fino sampai di tempat tujuan. minggu itu ramai sekali dan memang seperti ini biasanya. Aku melihat sekelilingku. Tidak hanya banyak orang yang berolahraga tp aku melihat di ujung jalan tempat olahraga ada penjual gula-gula. Melihatnya membuatku menginginkan itu. Fino sedang membetulkan tali sepatunya. Aku berjalan sendiri kearah penjual gula-gula itu.

Sepertinya hanya aku pembeli dewasa, yang lainnya anak-anak. Tapi aku tidak perduli. Gula-gula bukan milik anak-anak saja pikirku. Aku memesan gula-gula 2 ya setidaknya aku akan menawarkan pada Fino walaupun aku tau Fino tidak akan mau setidaknya aku sudah menawarkan dan kalo tidak mau ya aku yang akan memakannya. Hehe.

“bella?” seseorang menyentuh pundakku.

Aku menoleh dan seketika tubuhku bergetar. Aku terdiam, aku tak bisa berkata apa-apa. Seperti ada yang mengunci bibirku dan seperti ada bongkahan batu besar yang menyumbat tenggorokanku. Rangga. Ya, Rangga lah yang ada di hadapanku sekarang. Sudah 2 tahun aku tidak pernah melihatnya dan ia ada di hadapanku sekarang. Sudah 2 tahun aku berusaha menghindar darinya Setelah aku sadar seharusnya aku tidak seperti ini, mengganggu hubungan orang lain. Dan aku tau dia masih bersama kekasihnya.  Sudah 2 tahun pula aku mengubur semuanya dalam-dalam.

“bel” tanyanya lagi.

“oh iya, hei..” jawabku seadanya.

Ternyata gula-gulaku sudah jadi dan abang nya juga mungkin menungguku sampai aku benar-benar sadar. Aku juga tidak mengerti waktu seakan berhenti berputar. Dan aku benci itu.

“ini mba gula-gula nya” ucap abang penjual gula-gula.

“oh iya bang, berapa?” tanyaku sambil merogoh kantong celanaku.

“10 ribu neng” jawab abang penjualnya dan aku tidak menemukan uang ku. Padahal aku ingat sekali aku membawa pecahan 20ribuan 2 lembar.

“bentar ya bang” pintaku sambil tetap merogoh kantong celana dan memastikan uang itu harus ada kalo tidak, tidak mungkin aku memakai uang Rangga. Aku panik uangku tetap tidak ada disana. Entah apa yang harus aku lakukan.

“uangnya hilang mungkin, yaudah pake uangku saja” ucap Rangga dengan merogoh kantongnya.

“gak usah. Ga perlu” jawabku ketus.

“berapa bang?” tanya seseorang dibelakangku. Sambil memberikan uang 50ribuan pada penjualnya.

“10 ribu mas” . abang penjual mengambil uangnya sambil memberikan kembaliannya pada seseorang itu dan memberikan 2 buah gula-gula nya pada lelaki itu.

“Finooo,” kataku keheranan sekaligus bersyukur.

“kenapa? Kamu heran yang? Lain kali kalo mau pergi bilang” ucapnya sambil memberikan 2 gula-gula nya padaku.

“ehh iyaa, makasih” aku maasih heran, “yang”. Fino memanggilku sayang. Apa dia sengaja karena tau ada Rangga disini. Pikirku.

“yaudah yuk pulang.” ajak Fino sambil menggenggam tanganku dan akan menariknya.

“eh Fin, ini ada ka Rangga. Ka rangga, ini fino” kataku sambil memperkenalkan Fino pada Rangga dan Rangga pada Fino.

“iya sudah kenal ko kan kamu dulu yang ngenalin ke kaka” jawab Rangga.

“iya sama” disusul dengan jawaban fino.

“oh iya kalo gitu gimana kalo kita makan dulu aja. Lo sendirian aja atau sama cewe lo?” tanya Fino pada Rangga.

“enggak, cewe gue gak ikut. Iya gue sendirian aja. Oh yaudah terserah aja” jawab Rangga.
Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Rangga disini. Bersama Fino dan kita bertiga akan makan bersama. Benar-benar tidak dapat dipercaya.

Fino mengajak kami makan bubur ayam yang letaknya tidak jauh dari tempat kami berdiri sekarang dan aku ikuti saja ini aku sendiri tidak mengerti dari Fino memanggilku sayang, Fino menanyakan cewe nya Rangga hingga mengajak makan.

“bubur ayam nya 3 yang bang” Fino berkata pada penjual bubur ayamnya.

“yang satu lengkap, yang satu gausah pake seledri sama kacang ya bang. Lo lengkap aja atau gimana? Tanya Fino pada rangga.

“Lengkap aja” jawab rangga. Dan aku hanya diam. Biarlah laki-laki ini yang berbicara.

“lo mau minum apa? Tanya Fino pada Rangga.

“es jeruk aja.” Jawab Rangga dengan wajah yang sudah dapat aku tebak. Ya, Rangga kesal, terlihat raut kemarahannya.

“es jeruknya 2 sama jus strawberry nya 1 ya bang” pinta Fino pada penjualnya.

         Fino memang tau semuanya tentangku. Jus strawberry, ayam bakar kelebihan kecap dan sekarang bubur ayang tanpa seledri dan kacang. Aku yakin Rangga tidak pernah tau kesukaanku apa, Rangga tidak akan tau apa yang tidak aku suka.aku sudah menebak itu.
Dan aku ingat dulu setiap aku makan bersama Rangga aku tidak akan pernah makan sendiri. Aku selalu mau disuapin olehnya. Sekarang berfikir untuk dapat bertemu dengannya saja tidak apalagi berfikir makan dari tangannya.

Apakah ada yang tau bahwa 4 tahun yang lalu merupakan hal yang indah untukku. Aku tidak pernah lagi merasakan hal itu. hingga telah berlalu 4 tahun namun keindahan itu belum lagi aku rasakan. Banyak laki-laki yang singgah dalam hidupku namun semuanya tidak pernah menjadi bagian dalam hidupku. Semuanya hanya semacam “numpang lewat” tidak ada yang berarti. Fino lah yang setidaknya memberikan keindahan padaku selama waktu berjalan hingga kini,ya Dialah sahabat terbaikku. namun keindahan itu berbeda. Fino memberikan keindahan pada senyum, pada tawa. Berbeda dengan Rangga yang memberikan keindahan dalam tangis. Ya, walaupun aku selalu menangis dibuatnya namun aku tetap merasakan indah. Rangga hebat bukan? Ya aku fikir seperti itu, dan kalian pun akan berfikir seperti aku jika kalian mengikuti kisahku. Dari awal hingga akhir.

Aku berkata Rangga hebat bukan karena aku masih mengharapkannya, aku hanya mengingat sedikit kisahnya. Ya walaupun semua kisahnya aku ingat, masih sangat aku ingat jam per jam, menit per menit hingga detik per detik aku bersama nya. Aku hanya bersamanya kurang lebih dua tahun namun aku harus mengingatnya selama 4 tahun. aku tidak bisa membuang kisahnya. Bukannya aku tidak ingin, karena memang begitu sulit hingga aku akhirnya menyerah. Biarkan saja waktu yang berkata dan dapat perlahan mengubur kisahnya. Namun waktu lah yang membuat aku ingat kembali, dan sekarang waktu lah yang tiba-tiba mempertemukanku dengannya kembali.

Saturday, April 7, 2012

LOVE STORY 7


***
Januari 12 2003

Aku seorang gadis 17 tahun. ini bukan kali pertama aku menyukai lawan jenisku, namun ini adalah kali pertama aku membuat suatu hubungan yang dinamakan pacaran.

Rangga adalah seorang laki-laki pemalu,umurnya terpaut 2 tahun lebih tua dariku,ia telah menyelesaikan pendidikan SMA nya dan melanjutkan di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Semarang. cara ia mendekatiku dan memperlakukanku tidak sama dengan laki-laki lainnya. Dia bukan seorang yang pandai mengungkapkan perasaan, bukan seorang yang pandai dalam mengolah kata-kata menjadi sebuah kata yang manis dan terkesan gombal, dia tidak pernah memuji, ia hanya akan memuji ketika aku yang bertanya terlebih dahulu.

seperti “aku cantik ga pake baju ini?” atau “kalau rambut aku di keriting bagus ga?”
dan ia akan dan selalu menjawab “kamu mau gimanapun tetep cantik ko.”

Ya, itulah Rangga, seorang laki-laki berumur 19 tahun yang tidak banyak bicara, pendiam dan pemalu. Namun Rangga bukan seorang yang cuek, dia adalah seorang yang selalu perduli padaku, selalu disampingku kapanpun aku butuhkan, Rangga adalah sesosok laki-laki penyayang. ketika ia marahpun ia tidak pernah berkata keras padaku atau melakukan hal-hal yang kasar pada tubuhku, dia tidak pernah menyakitiku.

 Dan kata terakhir untuk mendreskripsikan seorang Rangga adalah PENCEMBURU.
 Ia tidak pernah suka namun tidak pernah melarangku untuk pergi bersama teman-teman sebayaku yang tentunya tidak semuanya permpuan, karena aku memiliki teman laki-laki juga.

Rangga tidak pernah suka jika aku tetap berhubungan baik dengan mantan kekasihku yang dulu, dia akan sangat marah sekali. Namun kemarahan itu tidak pernah ia perlihatkan dalam bentuk ucapan, aku sendiri yang akan bisa merasakan perubahan-perubahan perilaku yang ada dalam dirinya pertanda bahwa ia sedang marah.

Dialah Rangga, seorang laki-laki yang membuatku jatuh hati, seorang laki-laki yang memberi warna tersendiri pada hidupku, laki-laki yang memiliki tempat istimewa dalam hatiku.

 Aku sudah yakin pada dirinya saat kali pertama aku melihatnya. saat awal ia mengajakku jalan hanya sekedar untuk berkeliling kota dibawah matahari yang sudah mulai memerah dan semakin turun ke ufuk barat.
 Ini Pertama kalinya ia mengiyakan ajakanku untuk ke mall, disalah satu pusat perbelanjaan. Aku sudah merencanakan sederetan kegiatan yang akan kita berdua lakukan di mall tersebut, dari nonton, makan hingga akhirnya photobox.

 “setelah ini mau kemana de?”Tanya nya sembari memotong steak yang ia pesan dikedai steak yang ada di sudut mall.

“mau nonton ka, terus setelah nonton kita photobox” jawabku santai sambil menyeruput strawberry juice kesukaanku.

“loh kok, jadi ada nonton sama photobox?, ahh kaka gamau ah de, kaka malu. Kita pergi dari sini,  kemana aja de. Kaka gak suka banget lama-lama di mall.”

“ayo dong kaa, sekali ini ajaa kan hari ini hari pertama kita jadian. lagian kalo keluar ade bingung mau kemana, kaka juga bingung kan?? Ayo dong ya kaa??” pintaku memohon dengan menggenggam kedua tanganku dihadapannya dan  menunjukan raut wajah memelas.

“huffft.., iya. Terserah kamu aja de, tapi besok-besok gak kayak gini lagi ya.”

Aku tersenyum lebar mendengar ia mengiyakan keinginannku itu. Rangga tersenyum padaku, dan ia adalah pemilik senyum paling manis. Aku tau persis rangga adalah tipe laki-laki yang tidak tahan dengan rengekan seorang perempuan, apalagi aku adalah kekasihnya, tentunya aku memiliki tempat sendiri di hati nya, dan aku yakin dia tidak akan pernah membuatku menangis.

Setelah menonton film, aku mengajaknya menuruni eskalator dan tidak jauh dari situ ada boxes kecil yang memang diperuntukan untuk berfoto. Aku mendapatkan satu lembar foto yang berisi enam foto kecil-kecil dengan gaya yang berbeda-beda. Begitu manis, begitu indah.

LOVE STORY 6


 ***
Juli  2005
“Ini bulan pertama sejak aku ditinggalkan, namun aku dan dia masih menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih, entah apa maksud dari semuanya. Aku ikuti maunya, aku jalani semuanya dengan sejuta tanda Tanya.”

Hari ini adalah hari ulang tahunnya, umurnya sudah genap 21, dan hari ini aku menyiapkan sedikit kejutan untuknya, ya walaupun tidak sebanding dengan apa yang sudah ia berikan pada ku setahun yang lalu.
Dia memang sudah tau bahwa aku akan pulang ke kota asalku hari ini, Semarang. Dan ia yang akan menjemputku, dan memang selalu begitu setiap aku pulang.
               Aku menghubungi adiknya, caca. “,ca kamu dimana? Temenin kaka kasih kejutan buat ka Rangga ya?”
“ iya ka, kaka sudah sampai mana memangnya?”
“sudah hampir sampai ca, tinggal beberapa stasiun lagi. Yaudah nanti kaka kabarin lagi ya” kataku dan langsung kututup gagang ponsel genggamku dan kumasukan kedalam tas.

Aku masih berfikir, apa yang harus aku lakukan setelah ini, aku hanya membawa hadiah yang aku bungkus rapih dan cantik, ya menurutku seperti itu. Setidaknya aku masih harus meembawakan kue tart. Otakku langsung tertuju pada toko kue dan itulah tempat yang harus aku datangi setelah aku sampai.

“beep beep beppp” ponselku bordering dan tertuliskan nama “rangga” di layarnya.

“hallo, “ kataku

“sudah sampai mana de? Kaka jemput sekarang ya?” katanya, sontak membuatku terkejut.

“ohh, masih jauh ka, nanti ade kabarin lagi yaaa” jawabku terburu-buru

“tuttt.. tutttt.. tuttt” panggilan terputus dan aku langsung menon-aktifkan ponselku.

Sampai akhirnya aku di kota ini, dan aku langsung bergegas menuju toko kue dan membeli 1 tart mini namun, aku tidak menemukan lilin berangka 21 disana, dan akhirnya aku memilih angka 9, ya walaupun gak banget,  namun aku fikir ini lebih baik dari pada tanpa lilin.

Aku sudah bertemu dengan caca, dan caca lah yang membantuku menyusun ini semua, terimaksih bela untuk semua ini.

Rangga mungkin sudah kesal karena ternyata ia sudah pergi ke stasiun untuk menjemputku dan aku sekarang berada di kafe dekat kampusnya, disini sudah ada teman-temannya, ya teman-temanya pun ikut andil dalam rencana ini.

Aku sudah merasakan tanda-tanda kehadiran rangga, dan benar saja tak lama setelah itu rangga datang dengan ekspresi wajah yang aku tau sekali itu adalah ekspresi marahnya. Aku berada di balik dinding dan ingin sekali aku berlari dan menghamburkan diriku di pelukannya, aku merindukannya. Inilah kali pertama aku bertemu dia setelah bulan lalu ia memutuskan aku. Aku menyayanginya, tak perduli waktu berhenti sekalipun.

“happy birthday to you, happy birthday to you” aku dan teman-temannya serentak menyanyikan syair lagu itu, sembari aku membawa kue tart berangka 9.

Aku mendekatinya, menyodorkan tart dan berkata “happy birthday sayang”
dia hanya tersenyum dan ia heran melihat lilin yang akan dia tiup berangka 9.

“ko angkanya 9 de? Tanyanya.

“iya soalnya kan sekarang tanggal 9, udah tiup aja. Make a wish dulu” aku mengalihkan pembicaraan mengenai lilin dan akhirnya api yang ada pada lilin padam.

“prokk prokk prokk” suara tepuk tangan mengisi keheningan jalanan kota Cirebon yang memang tidak ramai seperti Jakarta ketika lilin selesai ditiup.


Aku tidak menyangka, tidak menyangka bahwa hari itu adalah hari dimana ia benar-benar meninggalkanku. Aku kira ini akan menjadi bahagia, bukan sebaliknya.

Ia mengantarkanku pulang, ia masih menciumku, masih memelukku, masih menatapku. Namun entah mengapa pada saat itu aku meminta ia untuk berjanji tidak akan pernah berhenti menyayangiku. Dan entah mengapa ia menjadi emosi padaku, ia membentakku. Aku tidak tau dimana letak kesalahanku sehingga ia sebegitu marahnya.

Seperti ada yang runtuh di hatiku, aku mengusap pipiku yang basah karena air bening dari mataku tiba-tiba menetes. Ia hanya diam,seperti seorang yang tidak lagi perduli. Untuk melihatkupun dia sudah tidak sudi sepertinya. Sebegitu marahkah dia karena permintaanku itu?

Aku meminta maaf, dan ia tidak merespon permintaan maafku, hanya diam dan terus menatap ke depan. Suasana di dalam mobil semakin kacau semakin hening, dan aku tidak tau lagi harus berbuat apa.
 
“maafin kaka de, kaka udah nemuin perempuan yang lebih baik daripada kamu, perempuan yang buat hidup kaka beda, kaka mau kamu lupain semuanya. Sekali lagi maaf de” katanya dengan tatapan yang tetap ke depan tidak melihatku sama sekali


Airmataku sudah mengalir deras, nafasku sudah tidak beraturan karena menahan nangis dan menahan sakit yang luar biasa sakitnya. Aku tidak bisa lagi berkata apa-apa. Aku keluar dari mobil dengan seluruh daya yang kumiliki, berusaha agar tetap kuat. Tidak perduli sesakit apa yang ia berikan.

Aku membuka pintu pagar rumahku, aku tidak berlari aku berjalan seperti biasanya, dengan mengusap tetes tetes airmata yang keluar membasahi pipiku. Aku mendengar suara mobilnya pergi dan seketika aku menoleh dan berlari ke arah mobilnya pergi, kakiku seolah tak kuasa menahan tubuhku yang akhirnya membuatku jatuh, aku menangis. Karena sakit, sakit ditinggalkan, sakit akan perkataannya padaku.


LOVE STORY 5

***
Akhirnya sampailah aku dan Rangga di stasiun. keadaan masih sama, masih hening, masih kaku. tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Rangga. bukan, bukannya aku mau dia mencegahku untuk pulang namun, setidaknya dia menghargai atas apa yang telah aku lakukan. karena yang aku lakukan memang semata-mata hanya untuk dia, tidak lebih.
              "ka, yaudah ade pulang ya" kataku masih pelan. namun dia masih saja diam, masih sah\ja tidak berkutik hanya menatap ke depan tanpa menoleh dan melihatku.
              "yaudah ka, makasih" lanjutku tegas sambil keluar dan berjalan ke arah pembelian tiket. dan lagi-lagi aku menangis.

Rangga tidak mengejarku, dia tidak memperdulikanku. jam 4 pagi aku pulang lagi ke jakarta, tak henti-hentinya air mata ini keluar deras dari sudut mataku. mengingat apa yang telah aku lakukan dan apa yang telah aku dapatkan. mengingat aku yang tidak dihargai. tidak perbah aku menyangka semuanya akan menjadi seperti ini.
aku tau ia pasti dimarahi oleh orangtua nya karena telah keluar tengah malam. aku tau itu aku mengerti, aku juga tidak apa-apa aku pulang ke jakarta lagi namun yang aku kcewakan adalah mengapa dia tidak berkata sedikitpun padaku, tidak melihat ku pada saat aku katakan "aku pulang ke jakarta".
itulah yang membuat sakit, itu yang membuatku sepnajang perjalanan haya bisa menangis. dan orang-orang disekitarku melihatku dengan tatapan yang bertanya-tanya mengapa aku menangis.

jam 12 tepat aku sampai kembali di jakarta. matahari sudah sangat terik tepat datas kepalaku. dan akhirnya aku sampai di dalam kamar kos ku. belum juga aku bernafas lega kembali tiba-tiba satu pesan masuk dan membuatku makin sulit bernafas, Rangga memutuskan hubungan aku dan dia berakhir hari ini.
aku tidak tau lagi, aku terdiam dan kini airmataku tidak keluar, mungkin inilah puncak sakit hatiku, aku sudah tidak mengerti lagi. aku sudah terlalu lelah dengan hari ini, aku lelah dengan perlakuannya terhadapku.
aku hanya membalas pesan singkatnya "iya" tidak lebih. aku sudah tidak punya daya lagi.

aku terbangun, waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. ternyata aku tertidur dan aku fikir semua itu adalah mimpi. aku membuka ponselku dan mendapati pesan singkat itu masih bertengger dan terlihat jelas didalam nya bahwa ia memutuskan aku.
tangisku pecah. sakit sekali mendapati bahwa ini kenyataan yang harus aku hadapi.
bnyak sekali kalimat-kalimat penyesalan di dalam kepalaku "andai saja, kalau saja, andai saja" ya, andai saja aku tidak nekat pergi malam itu. tapi aku fikir ini tidak adil, aku melakukan itu agar membuatnya senang, membuatnya tetap disini, bersamaku. tapi ternyat itu yang membuatku kehilangnnya.
memang ketika cinta mengalahkan logika maka bencana yang akan datang.

cinta seperti pasir.
seperti ketika menggenggam pasir, genggamlah seadanya tidak terlalu terbuka dan tidak terlalu menutup. karena ketika genggaman kita terlalu erat maka butir-butir pasir itu akan berjatuhan dan habis. begitupun jika kita terlalu membuka genggaman kita maka butir-butir pasir puna akn berjatuhan dan habis.
sama seperti aku sekarang, aku terlalu menggenggamnya, terllalu takut kehilangganya hingga aku bnar-benar kehilangannya.
cintailah apa adanya karena itu yang membuatmu dapat seutuhnya.
cintailah apa adanya seperti matahari yang akan selalu bersinar dari ufuk timur dan terbenam di ufuk barat.
cintailah apa adanya, apa adanya..

hari-berganti hari, sudah dua hari setelah ia meninggalkanku. hidupku tidak baik-baik saja. hidupku berantakan.
aku tidak bernafsu untuk melakukan apapun. aku hanya melakukan kegiatanku yang standar seperti kuliah-pulang tidur. sudah dua hari aku tidak makan dan itu membuat temanku, nabila. merasa was-was padaku. ia memohon-mohon aku untuk makan. namun aku tetap tidak bernafsu untuk makan.

siang itu sepulang kuliah, aku berjalan tidak kearah pulang. ak mau jalan-jalan. namun dengan berjalan kaki. aku melangkahkan kakiku ke arah semanggi. melewati jembatan penyebrangan, kemudia melewati plaza semanggi kemudian gedung sampoetna kemudian jalan terus hingga sampailah dikosanku. aku tidak berkeringat. aku menangis sepanjang jalan. kepalaku sedikit berputar.aku tau sekali setiap orang melihatku. melihat iba padaku ah tak tau itu benar atau hanya perasaanku saja. aku berjalan terus hingga sampailah dikosanku. mungkin aku berjalan sepanjang kurang lebih 3KM.

               "darimana bel?" tanya nabila teman sekosan ku.
               "jalan aja ko sebentar" jawabku dan kemudian aku tertidur.

sudah hari ke lima, dan aku masih saja belum sedikitpun memasukan makanan ke dalam perutku.aku benar-benar tak bernafsu. namun nabila memohon-mohon padaku untuk memakan makanan yang ia bawakan untukku.
aku pun memakan makanan itu. kenyaang sekali aku merasakannya. aku tau wajahku sudah tidak karuan. aku sudah tidak memikirwan tubuhku lagi.
tiba-tiba satu pesan masuk.
              " de, Ka Rangga kangen. minggu ini jadi pulang?"
benar-benar tidak menyangka dia akan mengirimku sms yang isinya seperti itu.
aku mengis, menangis bahagia. dan untuk pertama kali nya aku mau pulang ke semarang karena dia setelah di memutuskan aku.
aku memang bodoh, aku tau aku gila. sehingga aku mau saja menuruti apa mau nya.


NB :(ini baru awal kebodohan dari kebodohan-kebodohan yang telah aku perbuat. aku dan dia masih menjalin hubungan. hubungan tanpa status. dan itu membuatku makin nampak bodoh dimata teman-temanku.namun inilah proses dari pendewasaanku, sakit. membuatku tau apa rasanya terluka. )

Friday, April 6, 2012

LOVE STORY 4


***
Juni 2005

Seminggu ini, Rangga selalu mencurigaiku. Tidak seperti biasanya. tak jarang aku dibuat menangis olehnya akhir-akhir ini. Entah, dimana kesalahanku. Semua yang aku lakukan dianggap salah. Aku tau memang, banyak hal yang tidak bisa aku lakukan untuknya, banyak hal yang tidak bisa aku berikan untuknya. Namun sungguh, semampuku aku akan berikan semua yang ia inginkan walau dengan keterbatasan jarak yang ada di antara kita.
Awal-awal perkuliahanku masih disambut baik oleh nya. Oleh hubungan aku dan dia. Semuanya masih terasa mudah, terasa ringan. Jakarta-Semarang. sepertinya bukan sebuah jarak yang jauh menurut dia dan aku. Kita masih bisa bertemu. Satu minggu sekali aku dan Rangga pasti bertemu. Entah aku yang menemuinya tau ia yang menemuiku.
Aku sangat-sangat mencintainya, segala yang ia minta sebisa mungkin aku penuhi. Seperti keinginannya untuk bertemu denganku setiap minggu pun aku sangat-sangat berusaha agar dapat menjalankan itu. aku fikir ini mudah, dan mungkin Rangga fikir ini mudah. Namun pada kenyataannya tidak segampang dengan apa yang kita fikirkan. Begitu berat. Dan aku tahu, sesuatu yang dirasakan berat akan menjadi menyiksa jika keduanya tidak dapat saling mengerti dan tidak dapat saling mengisi. Dan akhirnya akan menjadi sia-sia.
Hingga pada saat itu semuanya memuncak. Aku terlalu takut kehilangan dia, sehingga aku menuruti segala keinginannya. Dan setelah itu aku penuhi, aku lah yang disalahkan, dan akulah yang ditinggalkan.

Obrolanku dengannya di sms, siang itu.
R : kamu dimana de? Jadi pulang kan siang ini?
B : ade masih banyak tugas ka, kayaknya minggu ini kita gak bisa ketemu. Minggu depan pasti bisa ade pulang ka.
R : berarti gak jadi ade kesini? Huff, sudah kaka tebak. Yaudahlah. Memang selalu seperti itu.
B : ka, ade bukannya gak mau, tapi memang ade ga bisa. Ini tugas ade belum selesai dan harus dikumpulkan lusa pagi. Kalau ade tetep pergi, ade yakin ga akan bisa kelar tugasnya..
R : iya, gak apa-apa :)
B : Ngertiin ade, ka.. tolong :( ade tau Ka Rangga kesel :(
R : enggak kok, sudah biasa seperti ini. :)
B : maafin ade ka.. :( kaka sekarang lagi ngapain?
R : mau keunggaran
B : sama siapa ka? Mau ngapain?
R : sendirian, mau menyendiri aja.
B : hah? Sendiri? Mau menyendiri? Buat apa?? Gausah pergi deh ka, dirumah aja. Yaya, dirumah aja.. :(
R : Ka Rangga lagi banyak masalah de, kaka butuh ade, kaka mau ade ada disini, tapi ternyata gak akan bisa juga kan.
B : ka, ade ngerti banget, minggu depan ade janji ade akan pulang. janji. Jadi kaka gausah pergi ya..
R : kaka mau ade ada disini sekarang. Itu aja kok.
Aku sangat bingung, bingung sekali menghadapinya sekarang. apa yang harus aku lakukan. Aku bisa saja mengabaikan keinginannya. Namun, disamping itu aku takut sekali kehilangan dia. Aku menginginkan yang terbaik untuk hidupnya. Aku sangat bingung sekali.
Saat itu nabila dan reno sedang ada di kamarku, nabila dan reno ada teman. aku membacakan semua is sms rangga pada mereka. Dan mereka semua tidak menyetujui jika aku menuruti keinginannya.akhirnya tidak aku pedulikan permintaan Rangga. Aku abaikan. Dan satu sms kembali masuk di ponselku. Yang isinya :
“ade beneran ga bsa kesini ya? Padahal ka Rangga butuh ade banget sekarang. Kaka ada di kuningan skg, tadi hujan.kaka bawa motor. Sekarang lagi neduh.”
Aku langsung menelefon Rangga, disitu aku tidak bisa mengabaikan keinginannya. aku luluh dengan suaranya yang kemudian membuatku membiarkan diriku mengikuti mau nya. Namun yang aku fikirkan malah kedua temanku itu. apa yang harus aku ucapkan pada mereka. Akhirnya aku berbohong. Aku berbohong dan berkata aku harus pergi kerumah saudaraku di bogor. Wakyu itu jam menunjukan pukul 5 sore, aku fikir kereta menuju Semarang berangkat pukul 3.30, namun ternyata tidak.
Akhirnya aku memaksakan kehendaknya, dia belum menghubungiku juga. Aku kehabisan pulsa dan tidak berfikir untuk segera membeli pulsa. Yang aku fikirkan, adalah aku harus kepergi sekarang apapun itu caranya. Tapi aku bingung, apa yang harus aku lakukan jika kereta pun sudah pergi meninggalkanku.

“telat ya mba??, kenapa ga naik bus aja?.” Ucap seorang pemuda paruh baya yan sepertinya iba melihat kebingunganku.
“ohh, ehh iya, telat mas. Bus?” jawabku yang masih terkejut dengan perkataannya.
“bus dari mana mas?” lanjutku menanyakan.
“yang dari grogol aja mba, kalau pulogadung saya rasa kurang aman.” Katanya menerangkan.
“oh iya mas, makasih banyak mas, terimakasih.” Timpaku dengan senyum yang melebar dan berjalan pergi ke arah taksi.
Aku memasuki taksi dan meminta supir taksi mengantarku sampai terminal grogol.  Aku tau daerah grogol namun aku tidak tau tepatnya dimana terminal berada. Ya, aku fikir semua taksi tau. Jalanan sore yang sudah menggelap itu macet, pikiranku kosong. Yang ada di fikranku saat itu adalah bagaimana aku dapat sampai ke semarang malam mini juga. Aku sudah tidak bisa berfikir panjang. Fikiranku buntu. Satu setengah jam perjalanan yang sangat melelahkan dari gambir menuju grogol.
“pak, bus yang ke arah semarang yang mana ya pak?.” Tanyaku pada seorang laki-laki setengah tua yang aku fikir adalah seorang calo.
“yah mba, sudah keluar setengah jam yang lalu.” katanya sembari membereskan tiket-tiket  yang dipegangnya.
Aku terdiam, benar-benar buntu. Duniaku seakan menjauh dariku, merasa semuanya menjadi hening.
“mba, ada bus yang ke surabaya mau? Sebentar lagi berangkat bus nya?” kata laki-laki yang hampir tua itu kepadaku yang tiba-tiba seolah membuatku menemukan jalan.
“emang bisa pak pake bus itu?.”tanyaku memastikan.
“bisa mba, tapi harganya lebih mahal. Gak apa-apa?” tanyanya.
“gak apa-apa mas. Aku mau , satu tiket.” Pintaku pada laki-laki tersebut dan memberinya uang seharga yang ia sebutkan kemudia aku mengikuti laki-laki itu yang menunjukanku dimana mobil dan kursi yang akan aku duduki.
Pukul 5.30 bus baru berjalan keluar dari terminal. Ada perasaan cemas karena ini adalah kali pertama aku menggunakan bus untuk pulang ke Cirebon terlebih ini adalah bus menuju semarang dan waktunya yang sangat rawan untuk seorang perempuan. Yaa, aku akan sampai semarang sekitar pukul 3 dini hari. Namun rasa takut itu terobatai karena yang ada di benakku saat itu adalah aku akan bertemu dengan laki-laki yang sangat aku sayangi dan aku telah menuruti keinginannya.


“tik tok tik tok.” Ponselku bergetar dan terpangpang nama Rangga di layarnya.
“hallo,” sapaku di telefon.
“kamu dimana de?” suaranya terdengar khawatir.
“ade di bus ka, tadi ade ketinggalan kereta, jadinya naik ini.” Kataku sendu.
“ade gimana sih, tadi katanya naik kereta, sekarang malah ada di bus. Mau sampai jam berapa kalau gitu?!!” bentak Rangga, yang seketika membuat hatiku sakit mendengarnya.
“kereta nya udah berangkat tadi, gak ada keberangkatan lagi kaa..” kataku pelan, tanpa sadar mataku sudah basah, dan aku langsung mengusapnya.
“kenapa sih harus nekat kayak gini, kalau sampe semarang tengah malam nanti gimana, kamu mau tidur dimana?!” ucapnya dengan nada meninggi.
“ade Cuma mau nyenengin kaka, Cuma mau ikutin maunya kaka.” Jawabku terisak.
“Kenapa nekat gini sih. Kaka kan jadi bingung. Jadi susah!” katanya masih dengan nada marah.
“tuttt.. tutt.. tutt..” suara tlefon yang terputus membuat air mataku semakin deras mengalir, namun aku menahannya, aku tahu semua orang di bus ini melihat ke arahku.
Tiba-tiba satu ponselku berdering, aku fikir Rangga menelfonku balik. Tapi bukan, Fino menelfonku. tangisku mekin pecah melihat nama yang tertulis di layar ponselku adalah Fino, ingin rasanya aku angkat namun aku tau, ini bukan saat yang tepat.
Beep.. beep satu pesan masuk, aku membuka sekalihus menyeka airmataku yang sepertinya tak mau berhenti keluar. Ternyata pesan dari adiknya Rangga.

“kaa, itu kaka marah-marah aja, berantem sama ayah, aku nya takut ka.”

Aku bingung membacanya, airmataku semakin tidak bisa dihentikan. Aku tidak memiliki tissue sehingga baju yang aku kenakanlah yang bisa aku gunakan untuk mengelap setiap tetes airmata yang keluar dari mataku. Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat. Apa aku harus balik lagi ke jakrta setelah sampai di Semarang? aku benar-benar bingung harus berbuat apa.
Aku mengirimkan satu pesan pada rangga :
“ka, gausah jemput aku lagi. Aku gak papa. Aku balik aja lagi ke Jakarta. gausah difikirin ya. Maaf.”
Dan Rangga menelfonku dan ia malah memarahiku yang katanya ia akan tetap menjemputku, ia bilang aku tidak boleh pergi kemana-kemana. Jam berpapun ia akan datang menjemputku. Ada sedikit terharu aku mendengar kalimatnya “jam berapapun kk pasti jemput, jangan kemana-kemana tunggu kaka.” Aku sangat-sangat bersyukur memiliki Rangga, walau ia telah membuatku menangis tadi namun semuanya seolah telah terbayarkan. airmataku keluar dan kali ini merupakan tangis haru, tangis bahagia. Ahh aku makin mencintainya.
Akhirnya sampai juga aku dikota ini, semarang, dan aku melihat mobil altis hitam yang diparkirkan di sudut jalan berplat AB 6348 AY. Aku yakin itu mobil milik Rangga, dan benar ia keluar dari mobil dengan wajah yang sedikit mengecewakan karena terrsirat kemarahan di dalam nya.
“ka Rangga masih marah?” kataku pelan.
“ga kok, terus ini mau kemana?“ jawabnya dengan mulai menancapkan gas.
“enggak tau mau kemana” jawabku pelan.
“kenapa si de, nekat gini. Jadi bingung kan skg!” katanya dengan suara meninggi.
“ade kan Cuma mau nurutin kaka, Cuma mau nyenengin kaka, itu aja. ”  kataku, membuat mataku tidak dapat lagi membendung tangisku hingga akhirnya air mataku menetes.
Aku menangis, sakit rasanya mendengar ia dan melihatnya marah kepadaku. Karena pada kenyataannya aku hanya ingin mennuruti apa mau nya. Aku hanya ingin mengikuti apa katanya, tidak lebih. Namun ternyata ini yang aku dapat. Namun sungguh Rasa cinta, Rasa sayang itu tidak hilang karena ia mempelakukanku seperti ini, entah kenapa. Tidak ada marah, namun sedikit kecewa.
“yaudah  gausah nangis, kaka udah  ga marah kok.” Suara nya pelan, dia menggenggam tangannku dan menatapku. Dan lagi-lagi aku hatiku meleleh.
“sekarang mau kemana? Kerumah aja?” tanyanya lagi.
“gak mungkin ade pulang kerumah jam segini ka.” Jawabku
“gimana sih de, pulang gak mau sekarang mau nya kemana?!” katanya dengan intonasi yang lagi-lagi tinggi.
“yaudah, ke stasiun aja.” Jawabku tegas, lagi-lagi aku menyeka air mataku.
Mobil melaju semakin kencang ditengah kota kecil ini, aku tau dia marah padaku. aku hanya bsa diam. Situasi tidak mendukungku untuk berbicara. Rangga pun tidak mengatakan satu patah kata pun. Diam, hening, dingin.

LOVE STORY 3


***
Mei 2001
Dengan nilai Ujian Nasionalku yang rata-rata Sembilan. Aku bisa masuk ke sekolah favorit di kota ini. SMA Negeri 1 Kota SEMARANG. Itu membuat kedua orangtua ku terutama ayahku bangga padaku. ya, itu yang mereka katakana bahwa mereka bangga padaku. dan sebelum aku benar-benar menjadi salah satu siswi SMA yang katanya berisi orang-orang pintar dan orang-orang yang akan sukses dimasa depan ini aku harus mengikuti Masa Orientasi Siswa selama 3 hari lamanya.
 “makanannya jangan lupa dimakan, jam 2 ibu jemput” kata ibu sambil memberhentikan mobil tepat di depan sekolah.
“iya bu.” aku menghampiri ibu dan mencium tangan dan kedua pipinya.
Aku keluar dari mobil dan berjalan menuju gerbang sekolah. Hanya ada beberapa anak yang memakai atribut aneh sepertiku. Kemana yang lainnya, pkirku dalam hati.
“ehh kamu mau kemana? Kamu kesini.” Perintah kakak senior dengan menunnjukku.
“aku mau masuk kak,”
“kamu tau harus datang jam berapa?” kakak senior mulai melototiku.
“jam 7 kak.” Ucapku tertunduk.
“aturan darimana itu jam 7, masuk itu jam 6.30. kamu baru masuk sudah buat aturan sendiri! Sudah kamu berdiri disini. Sama temen-temen kamu yang lain.”
Aku langsung menghampiri dan berdiri bersama teman-teman yang juga bernasib sama denganku. Tapi aku benar-benar tidak sengaja datang terlambat. Aku fikir masuk jam 7 pagi bukan setengah 7. Benar-benar sial sekali hari ini.
“hei,  kamu telat juga? Kenalin nama aku fino. Udah gausah diambil hati kata-kata mereka, dibuat enak aja.” Katanya yang tiba-tiba membuatku terkejut.
“eh iya, aku bella. aku juga ga mikirin kok.”jawabku singkat.
“semua yang telat coba dikeluarkan barang-barang yang harus dibawa.” Ucap seorang senior dengan sedikit berteriak.
Aku panik ketika membuka tas dan tidak menemukan bekal makananku, padahal itu adalah syarat yang paling penting. Aku merasakan wajah dan kepalaku memanas. Aku bingung harus berkata apa, aku sungguh-sungguh ketakutan.
“ada yang ketinggalan?” tanya fino. Sepertinya fino dapat melihat raut kebingungan pada wajahku.
“aku lupa masukin kotak makanan yang udah disiapin ibu ku.  Aku lupa, bodoh sekali.” kataku menghardik diri sendiri.
“yaudah, kamu pegang aja kotak makan aku.” Fino memberikan kotak makannya padaku, tapi aku menolaknya.
“Enggak usah nanti kamu kena marah senior kalau enggak bawa ini” ucapku sambil menyodorkan kembali kotak makan yang diberikan fino.
“Yah aku sih enggak papa bell, aku kan laki-laki. Paling cuma dimarahin terus kena hukuman.” Fino langsung memasukan kotak makannya kedalam tas ku.
“apa-apaan ini, bukannya disiapain malah ngobrol.” Bentak kakak senior.
“aku lupa bawa kotak makanan kak, tadi buru-buru soalnya.” Ucap fino pada kakak senior.
“saya tidak perduli kamu buru-buru atau tidak. Sudah cepat push up 50kali!!” ucapnya sambil menunjuk tempat dimana fino harus menerima hukuman. Dan itu sontak membuatku tidak enak, aku hendak mengakui kesalahanku.
fino mendekatiku dan berkata “50kali push up kecil buat aku,” sambil tersenyum dan mengerdipkan mata ia melengos kedepan untuk menerima hukuman.
Sejak saat itu aku dan fino menjadi teman baikku. Kita tidak satu kelas pada tahun pertama. Namun Fino selalu menghampiri kelasku untuk mengajakku makan di kantin atau sekedar membawakanku minum dan cemilan jika aku sedang mengerjakan pekerjaan rumahku yang belum selesei.  fino lah yang suka menggodaku, membuatku malu di depan salah satu kaka senior laki-laki yang diam-diam fino mengetahui bahwa aku menyukai kaka senior itu.
Sampai pada tahun kedua aku dan fino masuk dikelas yang sama. Kita berdua sama-sama memilih jurusan yang sama yaitu ilmu sosial. Tahun kedua itu lah aku pertama kalinya berpacaran. Dan itu mengubah kedekatanku dengan Fino. aku tau bahwa Fino sangat mengerti bahwa pacarku tidak menyukai jika aku berteman terlalu dekat dengannya. Itulah saat dimana aku dan fino tidak bisa sedekat dulu lagi.
 Sampai pada akhir di tahun ke tiga, saat Fino memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Melbourne, Australia. Pada saat kami sudah menggenggam surat kelulusan kami. Aku tidak bisa berkata apa-apa, namun tidak bisa dipungkiri ada sebersit kesedihan. Tapi itu tidak aku perlihatkan. Aku bangga padanya. Aku bersyukur diberi Tuhan teman seperti dia. Namun pada saat keberangkatannya aku tidak bisa ikut mengantar karena alasan yang fino dapat pahami. Ya, Fino selalu dapat mengerti dan memahami aku.

 “akhirnya, sampai juga dirumahmu.bel” Fino memarkirkan mobilnya di depan rumahku.
“bel, belaaaa.” Fino memanggilku dengan menyenggol bahuku membuatku terkejut.
“iya Fin, maaf  tadi aku keinget pertama kali kita ketemu waktu MOS SMA dulu Fin. Lucu ya.”  Senyum kecil mengembang di bibirku.
“Fin, sekali lagi makasih banyak yaa.” Lanjutku, mataku tertuju pada fino yang sudah lebih dulu menatapku.
“Iya bel, anytime honey.” fino tersenyum dan mengelus pipiku lembut.
Aku dan fino keluar dari mobil, fino mengantarku tepat di depan pintu rumahku. Aku mengetuk pintu beberapa kali, dan ibu yang membukakannya.
“malem tante.” fino tersenyum dan mencium tangan ibu.
“eh nak Fino, sudah sudah selesei kuliah di luar negerinya? Dimana tuh nduk tempatnya, sebentar, sebentar.. ibu lupa.?” Tanya ibu sambil berfikir.
“Di Melbourne tante.” Jawab Fino. Padahal ibu menanyakannya padaku, tapi Fino sok dekat sekali dengan ibu.
“kalau kuliah sudah selesei tante. Sekarang lagi mikir mau pindah kerja di Jakarta aja atau tetap kerja disana tante.” Jelas Fino sopan.
“wahh, hebat sekali. Padahal kalian masuk kuliah ditahun yang sama tapi nak Fino sudah selesei duluan. Tuh nduk kamu gimana sih sekolahnya.” Mata ibu mengarah padaku, meledekku.
“ahh ibu, jangan gitu dong. Kan Malu.” Ucapku sambil menggandeng tangan ibu.
“loh kenapa jadi berdiri aja, ayo ayo masuk nak Fino.” Ibu mempersilahkan Fino untuk masuk.
“Maaf tante, lain kali aja Fino nanti mampir lagi. Fino harus pulang sekarang tante.” Fino menolak dengan tutur kata dan intonasi yang sopan.
“oh yaudah kalau seperti itu. makasih loh nak Fino sudah mengantar bella. Hati-hati dijalan.”
“iya tante, salam buat om.” Ucap Fino kemudian berbalik dan berjalan menuju mobil. Dan sedikit-sedikit mobil fino pergi menjauh dan lenyap.

Fino memang seorang pemuda baik. Tidak hanya baik, ia juga tampan. Banyak teman-temanku yang menyarankan aku agar berpacaran saja dengan Fino. Kedekatanku dengan Fino memang sangatlah dekat hingga banyak dari mereka yang melihat menganggap kami berpacaran. Namun aku tidak pernah memilki perasaan seperti ketika aku dengan Rangga. walau banyak yang memberitahuku bahwa Fino memiliki perasaan lebih padaku. tidak hanya sekedar teman. aku tidak pernah percaya, aku tau persis tipe wanita seperti apa yang ia sukai. Dan itu tidak ada padaku. dan aku tidak pernah ambil pusing hal tersebut, aku merasakan rasa sayang Fino padaku, aku pun juga menyayanginya. Namun hanya sebagai sahabat. Selamanya akan seperti itu. Aku tau itu.

LOVE STORY 2

***
“bukannya mandi malah ngelamun di depan cermin, gimana sih nduk!” Suara ibu yang sedikit meninggi membuyarkan lamunannku dan mengembalikannku pada kenyataan. Ya kenyataan bawa sekarang rangga bukan milikku dan ia telah berubah.
“eh, i.. i.. iya bu, ini juga mau mandi. Mau ambil handuk dulu di belakang.” Jawabku cepat, menyambar handuk warna merah muda yang ada di hadapanku dan langsung melengos ke kamar mandi.
“anak muda..” suara ibu terdengar sayup sayup, dan aku mendengar suara pintu yang ditutup itu menandakan bahwa ibu sudah pergi dari kamarku.
Aku berharap mandi tidak hanya membersihkan kotoran-kotoran yang ada ditubuhku, namun juga  membersihkan puing-puing hatiku yang hancur berantakan, dan dapat menyadarkan aku akan sebuah kenyataan. Kenyataan, bahwa Rangga sudah telah meninggalkanku untuk perempuan lain. Kenyataan pahit yang harus harus aku telan bulat-bulat yang akhirnya mengganjal di tenggorokanku sehingga membuatku sulit bernafas.
Nasi goreng yang ibu buat Nampak lezat, lengkap dengan telur mata sapi dan kerupuk udang kesukaanku. Namun aku tidak bernafsu untuk melahapnya. Aku hanya menatapnya tanpa aku mnyentuhnya. Aku meraih segelas air putih dan meneguknya sampai tak tersisa lagi. Sepertinya aku kekurangan cairan dikarenakan airmataku yang membuncah semalam dan tadi pagi.
“loh,loh Cuma diliatin aja makanannya? Kok ini minumnya habis duluan?” suara ibu membuyarkan pikiranku, dan lagi-lagi aku melamun.
“aku ga laper bu. Cuma haus banget.” Suaraku melemah
“kamu sakit nduk?” tanya ibu sambil menepelkan telapak tangannya di leher dan sebagian wajahku.
“enggak bu, Cuma sedikit ga enak badan .nanti aja sorean makannya, ak mau tidur aja bu.” suaraku serak. Berjalan masuk ke bertuliskan nama “bella” di ukitan kayu nya.
Tidak lama kemudian ibu membawakanku segelas susu coklat hangat, “kalau ga mau makan, yaudah minum susu aja biar ga kekurangan gizi” matanya menatap lembutku, aku tau betapa ia mengkhawatirkan keadaanku.
“iya bu, terimakasih. Bu, bela enggak kenapa-kenapa ko. Enggak usah khawatir bu. Bela kan sudah besar.” Sedikit senyum merekah dibibirku.

Setelah satu gelas susu aku minum, rasanya aku merasa lebih baik. Benar seperti yang dikatakan oleh majalah yang ak baca bahwa “secangkinr susu coklat hangat dapat membuatmu lebih rileks”. Ya setidaknya aku tidak mau terlihat sedih apalagi menangis di depan ibu atau siapapun itu. terlebih lagi menangis karena patah hati. Tidak akan.
Aku tidak ingin memikirkannya lagi, sudah cukup seharian kemarin aku menangis. Setidaknya aku harus mengalihkan pikiran-pikiranku tentang Rangga. Aku harus melakukan hal yang aku sukai untuk agar terlihat bahagia dan tak begitu sedih. aku memutar otak, kemana dan dengan siapa aku akan pergi bersenang-senang. Teman-teman sma ku dulu pasti belum liburan dan dipastikan mereka masih berada di bandung.
aku tidak menyesal sama sekali memilih kuliah di Jakarta. Terlebih karena rangga telah meninggalkanku. Ranggalah yang selalu membuatku pulang lagi dan lagi ke kota ini, hanya untuk bertemu dia. Namun setelah ini, ingin rasanya aku kembali ke Jakarta tanpa pernah lagi ke kota ini. Namun itu tidak mungkin karena disinilah tempat kedua orangku tinggal, tempat dimana seluruh keluargaku tinggal, jadi jika berfikir aku akan tinggal selamanya di Jakarta hanya karena perasaan bodoh ini ya gila namanya.
“bepp..bepp..” suara ponselku berdering menandakan ada pesan masuk.
Isi dalam pesan nya : “teruntuk perempuan bermata indah. Bela. Dimohon untuk bersiap karena pemuda tampan dan baik hati sebentar lagi akan datang menjemput. FINO.”
Membaca itu membuat senyumku mengembang, hingga airmataku ikut keluar. Tapi sungguh ini adalah air mata bahagia. Bukan seperti semalam, bukan seperti kemarin. Rasanya ingin sekali aku menceritakan semuanya pada fino. Semuanya. Secepat nya aku bangun dan meninggalkan tempat tidurku. Mandi dan bersiap. aku mengenakan celana blue jeans 7/8 dan atasan berwarna peach dengan rambutku yang aku biarkan tergerai, make up yang terlihat natural hanya lebih glossy di bibirku yang mungil membuat penampilanku lebih segar. Tidak seperti semalam dan tadi pagi.
“mau kemana bel, ko sudah rapih?”, tanya ibu yang masih santai dengan duduknya.
“mau main bu, kan malem minggu”
“pergi sama siapa nduk? Tanya ibu pelan.
“sama fino bu.” Jawabku singkat.
“Fino teman SMA mu dulu yang kuliah di luar negeri itu ya nduk?”
“Iya bu. tuh fino dateng bu, yaudah bela pergi ya bu” kataku buru-buru sambil mencium tangan ibu dan mencium kedua pipinya.

Aku pergi dengan fino, seorang laki-laki teman semasa SMAku. Dia adalah satu-satunya teman laki-laki yang paling dekat denganku sampai saat ini.  Fino melanjutkan kuliahnya di Melbourne, Australia. Terakhir bertemu Fino 2 tahun yang lalu, saat ia balik dari Melbourne dan aku hanya menemuinya dua kali pada saat di Semarang dan ketika di bandara. Aku mengantarnya ketika ia hendak kembali ke negeri kangguru itu. namun kita masih tetap berhubungan, tetap memberi kabar. Tak jarang kita memakai fasilitas skype yang ada di internet dan akan menghabiskan waktu semalaman suntuk sampai kadang membuat kita berdua tertidur. Selayaknya seorang teman, ia selalu mendengarkan semua ceritaku. Dan, ternyata dua hari yang lalu Fino kembali dari Melbourne tanpa pernah mengatakan apapun padaku. Ia berkata ini bahwa kejutan untukku.
“ahhh finoooooooo” jeritku ketika membuka pintu mobil fortuner hitam kepunyaanya dan seketika menghamburkan pelukan yang tentunya agak susah mengingat posisi duduknya terhalang oleh persneling.
“haha lebay banget sih bel, make meluk-meluk risih gue!” katanya sambil menyalakan mesin mobil.
“ini kita mau kemana bel?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“kemana aja deh fin” Jawabku sembari melihat perubahan-perubahan yang ada pada laki-laki teman lamaku ini. Fino semakin dewasa. Dari penampilannya, dari tutur katanya.
“ Ngomong-ngomong ko kamu banyak berubah, beda kalau di skype?” tanyaku dengan memincingkan mata.
“masa sih, mungkin karena di skype gak terlalu jelas bel”
“kamu juga makin cantik bel, rambutmu panjang sekarang.” Lanjutnya.
“ohh ya? Wahh makasih loh finoo.” Jawabku dengan senyum yang merekah.
“yaudah mau cari makan dulu aja?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“yaudah, makan dulu deh. Aku juga belum makan.”
Tiba-tiba aku teringat ketika aku masih bersama rangga, situasinya seperti ini. Namun, bukan dengan Fino, melainkan Rangga. aku selalu memulai dan membuat pembicaraan. Rangga hanya sedikit tersenyum jika aku menceritakan hal yang menyenangkan, dan akan menatapku jika aku menceritakan hal yang sedih. mengelus rambutku dan berkata “sabar” atau “yaudah enggak apa-apa.” sembari mengelus lembut rambutku dengan tangannya yang besar.
“bel, ko bengong sih?” tanya fino membuayarkan lamunannku.
“keliatan banget ya kalau kamu ada masalah.” Lanjutnya.
“hufft..” aku menundukan kepalaku
“Aku bodoh Fin, selalu mau dipermainkan Rangga.” Kataku pelan.
“hah?? Rangga? Bukannya kamu putus lama ya? balikan?” tanya fino seperti sedang menginterograsi.
“ceritanya panjang, aku belum bisa cerita” suaraku terisak.
“hmmm, yaudah kamu udah mau cerita, aku siap jadi pendengar yang baik bel”
 setelah itu dia memegang tanganku dan menggenggam erat jari-jariku, namun aku tidak merasa kesakitan, ini malah membuatku nyaman, membuatku rasanya seolah memilki energi baru. Terimakasih Tuhan telah menciptakan Fino untuk menjadi temanku.
Aku tersenyum. Fino selalu bisa mengambil celah yang membuatku dapat tersenyum. Fino memberi tissue yang ada di jok belakang mobil dan mengusap airmataku. fino menginjak gas dan melajukan mobil kembali. Sepanjang jalan fino menceritakan cerita yang benar-benar membuatku tertawa hingga aku meneteskan airmata karena lucu. Ada-ada saja memang cara fino untuk membuat orang yang ada di dekatnya merasa terhibur.
Tiba di salah satu tempat makan ayam bakar tempat biasanya aku, fino dan teman-teman yang lainnya kunjungi dulu, sewaktu SMA. Sudah tiga tahun aku meninggalkan bangku SMA dan sekarang telah menjadi mahasiswa akhir yang tinggal menunggu di wisuda. Fino memilihkan tempat disudut ruangan yang berhadapan dengan cermin besar yang dibuat sebagai dinding. Ternyata fino masih ingat tempat favorite ku jika makan disini. Padahal sudah dua tahun sejak kepergiannya ke Australia untuk melanjutkan study nya disana ia belum pernah lagi makan di tempat ini, dan ia masih mengingat tempat ini dan sudut-sudut mana yang aku sukai. Benar-benar teman yang baik.
“ayam bakar special nya dua, yang satu tolong banyakin kecapnya. Strawberry juice nya satu dan orange juice nya satu. Tolong minta air mineralnya dua sama fresh fruit nya satu ya.” Fino memesan makanan pada pelayan tanpa melihat buku menu. Sebegitu hafalnya dia, dan dia masih ingat makanan dan minuman yang selalu aku pesan disini, dulu.
“kamu masih ingat menu favorite aku disini ya fin? Cool.” Aku melayangkan sedikit cubitan di lengannya.
“iyalah aku ingat. Ayam bakar kelebihan kecap sama jus strawberry.” Jawabnya. Fino selalu menyebut “ayam bakar kelebihan kecap” karena aku selalu meminta pelayannya menambahkan lebih banyak kecap pada saat ayam dibakar. Dan fino selalu menganggapku aneh. Padahal menurutku itu lezat dan menggugah selera.
Dua air mineral, jus jeruk, jus strawberry, fresh fruit, dan dua piring nasi selalu dihidangkan lebih cepat dari ayam bakar nya. Fino menusukkan garpu pada fresh fruitnya. Itu mengapa fino selalu meminta fresh fruit.  Ya,  untuk cemilan menunggu ayam bakar datang.
“fin, gimana di Melbourne? cewe  Melbourne cantik-cantik deh pasti yaa” tanyaku sambil menyeruput jus strawberry di hadapanku.
“ya gitu bel, seksi lagi mereka. Hehehe” fino tertawa dengan pertnyataan nya sendiri.
“huuu, finoo finoo. Ga berubah..” Kataku santai.
“akhirnyaaa, wahhh enak banget nih kayaknnya. Nyam nyam nyammm” mata fino sudah melotot pada ayam bakar pesanan kami yang dibawa oleh pelayan.
 “maaf lama menunggu. Selamat menikmati” si pelayan berkata sambil tersnyum.
“ohh gapapa mas, terimakasih” ucapkku pada pelayan. senyumku mengembang.

“fin, pelan-pelan aja kali makannya” ucapku pada Fino yang sepertinya sepertinya kelaparan.
“kalau pelan-pelan malah gak terasa nikmatnya bel, lagian gue laper banget.” Jawab fino yang masih asik dengan makanannya.
Aku mencuil sedikit demi sedikit daging dan nasi yang kemudian aku lahap dan ku kunyah perlahan-lahan. Aku masih ingat bagaimana penampilan Fino yang dulu. Aku memperhatikannya. Tubuhnya semakain tinggi, kemeja body fit biru yang ia kenakan memperlihatkan dada bidangnya. Kemeja lengan panjang yang digulung membuat penampilannya lebih maskulin. Dan satu hal yang aku suka dari fino, aroma benetton yang selalu melekat pada tubuhnya menjadi aroma khas tersendiri bagiku.
“Fin, makasih ya..” ucapku sambil tersenyum lirih.
“makasih buat makanannya?, iya bel sama-sama”
“buat semuanya Fin. Dari awal kita ketemu sampai sekarang.” ucapku pelan.
Fino hanya tersenyum dan berkata, “Anytime bella.”

LOVE STORY 1


***
Ini hari pertama aku memejamkan mata di rumah tempat aku dibesarkan selama 22 tahun, rumah yang kini sering aku tinggalkan karena kewajibanku untuk menuntut ilmu di kota metropolitan. Jakarta. skripsi dan sidang sudah terseleseikan,aku hanya tinggal menunggu wisuda nanti akhir tahun ini, Desember 2009. Aku memiliki waktu kurang lebih empat bulan untuk berlibur, dan aku memilih untuk sejenak pulang ke tempat kelahirnku dan menghabiskan liburanku sebelum ak wisuda dan memulai bersaing lagi untuk mendapatkan pekerjaan terbaik.
 Aku terbangun, membuka mataku dan melihat cahaya matahari  yang telah masuk kedalam jendela kamarku yang masih tertutup gorden warna merah muda, yang membuat pantulan warna nya begitu cantik. Aku sudah bisa membayangkan cerahnya hari ini diluar sana, seperti hatiku yang sedikit berwarna, mengingat Rangga datang kembali saat ia menyakitku entah sudah berapa kali. Namun aku masih percaya padanya, aku masih yakin akan cinta yang ia tawarkan kembali. Ya walaupun aku tau, aku hanya menjadi orang ketiga dalam hubungan dia dengan kekasihnya sekarang. Namun aku tidak perduli.
Aku mengangkat tubuhku, menyandarkan bahuku pada besi-besi penyanggah tempat tidurku dengan masih memeluk guling bersarung bunga-bunga merah muda itu. aku menyambar ponselku dengan harapan ada telefon masuk atau setidaknya sms masuk dari rangga dengan kata-kata selamat pagi, dan mengajakku keluar sore ini untuk sekedar makan atau apapun itu. karena aku tau Rangga pasti sudah tau bahwa telah berada di kota tempat aku dan dia bertemu, dulu.
 satu pesan terpangpang disana, dan benar dari Rangga. Aku membuka dengan penuh keyakinan dan harapan. Senyumku sedikit mengembang.
Isi dalam pesan singkatnya “maafin kakak de, kaka enggak bisa seperti ini terus. Seharusnya kaka lebih bisa bersyukur dengan apa yang sudah kaka miliki bukannya menjalani seperti ini, ini akan sakit untuknya. Maafin kaka de. Gak usah ganggu kaka lagi.”
Senyumku yang sedikit mengembang perlahan memudar, aku terdiam, bibirku bergetar, kepalaku terasa panas, dan mataku sudah merasakan kehadiran air bening yang seketika tumpah. tangisku pecah, mengisi keheningan yang ada di dalam kamarku.
Sebegitu hebatnya kah dia melakukan hal seperti ini padaku? aku tidak pernah sedikitpun mengganggunya, menggodanya. Dialah yang selalu datang, datang lagi padaku, dialah yang telah mengganggu hidupku, dia yang telah memberikan harapan semu padaku, berkata masih mencintaiku, berkata ia membutuhkanku. tidak merasakah dia bahwa kehadirannya hanya membuat luka baru untuku? dan semua manis yang ia katakan hanya sekedar sampah yang teruarai dari bibir dustanya.


Ini bukan kali pertama ia melakukan ini padaku, dia selalu menjatuhkan aku kembali setelah ia meninggikan aku. Entah apa maunya, mungkin membuatku menangis adalah sebuah kesenangan untuknya, dan mana mungkin selama ini aku masih saja bertahan untuk sesuatu yang tidak tentu, sesuatu yang semu, yang hanya ia berikan ketika ia mau, dan ia akan ambil kembali ketika ia merasa bersalah, bersalah karena telah menyakiti perasaan kekasihnya yang sekarang. Dia tidak secuil pun memikirkan perasaanku.
 Jatuhnya suatu keyakinan, runtuhnya suatu pengharapan, yang membuat (lagi) kekecewaan. Membuat lagi-lagi tangisku memuncak. Seperti air bah yang datang secara tiba-tiba menenggelamkan semuanya, ya semuanya. Dan aku yakin, semua yang telah tenggelam, tiba-tiba muncul kembali ke permukaan, ya, dia akan datang kembali padaku, hanya untuk meninggikan aku dan kemudian menjatuhkan kembali. Aku harap aku bisa menepis ketika itu datang, semoga aku dapat menolak pesonanya,  dan mengabaikan perasaanku. Semoga.
Aku ingat dulu, dulu sekali saat ia masih saja datang di bulan pertama ia meninggalkanku. Dulu, empat tahun yang lalu, dan lagi-lagi aku menangis mengingatnya

“tok, tok, tok,”
“bela, kamu kenapa nak?” suara ibuku ibu sontak membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku.
Aku menarik nafas dalam-dalam, Aku berjalan kearah pintu kamarku, dengan segera aku menghapus air mataku. Aku memegang erat gagang pintu kamar dengan tiga kali tarikan nafas, dan aku membuka pintu pada tarikan nafasku yang ketiga.
“enggak, bu. Ini bela lagi latihan akting buat nanti teater.” Dengan suaraku lantang, dan senyum yang merekah.
“latihan ko sampai sembab gitu matanya, gausah terlalu dipaksakan, latihan sewajarnya saja. Kan sayang jadi jelek tuh mukanya, ga cantik lagi.”
“iya dong bu, kalo pemain teater professional itu harus melakukan apapun agar dapat memberikan penampilan yang terbaik.” Sanggahku sembari berkacak pinggang.
“kamu ini ada-ada saja, yasudah kamu mandi terus sarapan. Ibu sudah buatkan nasi goreng.” Kata ibu sembari melengos pergi meninggalkan kamarku.
Aku menutup kamar, berbalik badan dan berdiri sejenak dan membuatku kembali pada wajah nanar, tidak lagi berpura-pura seperti yang dilakukanku di depan ibu tadi, di depan ibu.
 Aku berdiri di di depan cermin, melihat pantulannya yang begitu menyedihkan, pantulan wajah yang jelas tidak akan enak dilihat, mata yang sembab dengan pandangan yang kosong telah menghiasi wajah bulatku.
Mataku tertuju pada bingkai foto kecil di atas meja belajarku. itu adalah fotoku bersama rangga, aku ingat sekali kapan dan dimana foto itu diambil, dan fikiranku tiba2 melayang jauh. Jauh sekali.
Teringat saat itu, tujuh tahun yang lalu. saat aku dan dia masih bersama. Pada saat ia masih mencintaiku, masih menginginkanku. Saat dimana dunia hanyalah milik kita berdua. Saat dimana cinta baru datang menyapa dan hinggap di hati kita, yang membuat kita jatuh cinta, membuat kita selalu merasakan rindu. membuat segalanya indah.