Friday, April 6, 2012

LOVE STORY 2

***
“bukannya mandi malah ngelamun di depan cermin, gimana sih nduk!” Suara ibu yang sedikit meninggi membuyarkan lamunannku dan mengembalikannku pada kenyataan. Ya kenyataan bawa sekarang rangga bukan milikku dan ia telah berubah.
“eh, i.. i.. iya bu, ini juga mau mandi. Mau ambil handuk dulu di belakang.” Jawabku cepat, menyambar handuk warna merah muda yang ada di hadapanku dan langsung melengos ke kamar mandi.
“anak muda..” suara ibu terdengar sayup sayup, dan aku mendengar suara pintu yang ditutup itu menandakan bahwa ibu sudah pergi dari kamarku.
Aku berharap mandi tidak hanya membersihkan kotoran-kotoran yang ada ditubuhku, namun juga  membersihkan puing-puing hatiku yang hancur berantakan, dan dapat menyadarkan aku akan sebuah kenyataan. Kenyataan, bahwa Rangga sudah telah meninggalkanku untuk perempuan lain. Kenyataan pahit yang harus harus aku telan bulat-bulat yang akhirnya mengganjal di tenggorokanku sehingga membuatku sulit bernafas.
Nasi goreng yang ibu buat Nampak lezat, lengkap dengan telur mata sapi dan kerupuk udang kesukaanku. Namun aku tidak bernafsu untuk melahapnya. Aku hanya menatapnya tanpa aku mnyentuhnya. Aku meraih segelas air putih dan meneguknya sampai tak tersisa lagi. Sepertinya aku kekurangan cairan dikarenakan airmataku yang membuncah semalam dan tadi pagi.
“loh,loh Cuma diliatin aja makanannya? Kok ini minumnya habis duluan?” suara ibu membuyarkan pikiranku, dan lagi-lagi aku melamun.
“aku ga laper bu. Cuma haus banget.” Suaraku melemah
“kamu sakit nduk?” tanya ibu sambil menepelkan telapak tangannya di leher dan sebagian wajahku.
“enggak bu, Cuma sedikit ga enak badan .nanti aja sorean makannya, ak mau tidur aja bu.” suaraku serak. Berjalan masuk ke bertuliskan nama “bella” di ukitan kayu nya.
Tidak lama kemudian ibu membawakanku segelas susu coklat hangat, “kalau ga mau makan, yaudah minum susu aja biar ga kekurangan gizi” matanya menatap lembutku, aku tau betapa ia mengkhawatirkan keadaanku.
“iya bu, terimakasih. Bu, bela enggak kenapa-kenapa ko. Enggak usah khawatir bu. Bela kan sudah besar.” Sedikit senyum merekah dibibirku.

Setelah satu gelas susu aku minum, rasanya aku merasa lebih baik. Benar seperti yang dikatakan oleh majalah yang ak baca bahwa “secangkinr susu coklat hangat dapat membuatmu lebih rileks”. Ya setidaknya aku tidak mau terlihat sedih apalagi menangis di depan ibu atau siapapun itu. terlebih lagi menangis karena patah hati. Tidak akan.
Aku tidak ingin memikirkannya lagi, sudah cukup seharian kemarin aku menangis. Setidaknya aku harus mengalihkan pikiran-pikiranku tentang Rangga. Aku harus melakukan hal yang aku sukai untuk agar terlihat bahagia dan tak begitu sedih. aku memutar otak, kemana dan dengan siapa aku akan pergi bersenang-senang. Teman-teman sma ku dulu pasti belum liburan dan dipastikan mereka masih berada di bandung.
aku tidak menyesal sama sekali memilih kuliah di Jakarta. Terlebih karena rangga telah meninggalkanku. Ranggalah yang selalu membuatku pulang lagi dan lagi ke kota ini, hanya untuk bertemu dia. Namun setelah ini, ingin rasanya aku kembali ke Jakarta tanpa pernah lagi ke kota ini. Namun itu tidak mungkin karena disinilah tempat kedua orangku tinggal, tempat dimana seluruh keluargaku tinggal, jadi jika berfikir aku akan tinggal selamanya di Jakarta hanya karena perasaan bodoh ini ya gila namanya.
“bepp..bepp..” suara ponselku berdering menandakan ada pesan masuk.
Isi dalam pesan nya : “teruntuk perempuan bermata indah. Bela. Dimohon untuk bersiap karena pemuda tampan dan baik hati sebentar lagi akan datang menjemput. FINO.”
Membaca itu membuat senyumku mengembang, hingga airmataku ikut keluar. Tapi sungguh ini adalah air mata bahagia. Bukan seperti semalam, bukan seperti kemarin. Rasanya ingin sekali aku menceritakan semuanya pada fino. Semuanya. Secepat nya aku bangun dan meninggalkan tempat tidurku. Mandi dan bersiap. aku mengenakan celana blue jeans 7/8 dan atasan berwarna peach dengan rambutku yang aku biarkan tergerai, make up yang terlihat natural hanya lebih glossy di bibirku yang mungil membuat penampilanku lebih segar. Tidak seperti semalam dan tadi pagi.
“mau kemana bel, ko sudah rapih?”, tanya ibu yang masih santai dengan duduknya.
“mau main bu, kan malem minggu”
“pergi sama siapa nduk? Tanya ibu pelan.
“sama fino bu.” Jawabku singkat.
“Fino teman SMA mu dulu yang kuliah di luar negeri itu ya nduk?”
“Iya bu. tuh fino dateng bu, yaudah bela pergi ya bu” kataku buru-buru sambil mencium tangan ibu dan mencium kedua pipinya.

Aku pergi dengan fino, seorang laki-laki teman semasa SMAku. Dia adalah satu-satunya teman laki-laki yang paling dekat denganku sampai saat ini.  Fino melanjutkan kuliahnya di Melbourne, Australia. Terakhir bertemu Fino 2 tahun yang lalu, saat ia balik dari Melbourne dan aku hanya menemuinya dua kali pada saat di Semarang dan ketika di bandara. Aku mengantarnya ketika ia hendak kembali ke negeri kangguru itu. namun kita masih tetap berhubungan, tetap memberi kabar. Tak jarang kita memakai fasilitas skype yang ada di internet dan akan menghabiskan waktu semalaman suntuk sampai kadang membuat kita berdua tertidur. Selayaknya seorang teman, ia selalu mendengarkan semua ceritaku. Dan, ternyata dua hari yang lalu Fino kembali dari Melbourne tanpa pernah mengatakan apapun padaku. Ia berkata ini bahwa kejutan untukku.
“ahhh finoooooooo” jeritku ketika membuka pintu mobil fortuner hitam kepunyaanya dan seketika menghamburkan pelukan yang tentunya agak susah mengingat posisi duduknya terhalang oleh persneling.
“haha lebay banget sih bel, make meluk-meluk risih gue!” katanya sambil menyalakan mesin mobil.
“ini kita mau kemana bel?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“kemana aja deh fin” Jawabku sembari melihat perubahan-perubahan yang ada pada laki-laki teman lamaku ini. Fino semakin dewasa. Dari penampilannya, dari tutur katanya.
“ Ngomong-ngomong ko kamu banyak berubah, beda kalau di skype?” tanyaku dengan memincingkan mata.
“masa sih, mungkin karena di skype gak terlalu jelas bel”
“kamu juga makin cantik bel, rambutmu panjang sekarang.” Lanjutnya.
“ohh ya? Wahh makasih loh finoo.” Jawabku dengan senyum yang merekah.
“yaudah mau cari makan dulu aja?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“yaudah, makan dulu deh. Aku juga belum makan.”
Tiba-tiba aku teringat ketika aku masih bersama rangga, situasinya seperti ini. Namun, bukan dengan Fino, melainkan Rangga. aku selalu memulai dan membuat pembicaraan. Rangga hanya sedikit tersenyum jika aku menceritakan hal yang menyenangkan, dan akan menatapku jika aku menceritakan hal yang sedih. mengelus rambutku dan berkata “sabar” atau “yaudah enggak apa-apa.” sembari mengelus lembut rambutku dengan tangannya yang besar.
“bel, ko bengong sih?” tanya fino membuayarkan lamunannku.
“keliatan banget ya kalau kamu ada masalah.” Lanjutnya.
“hufft..” aku menundukan kepalaku
“Aku bodoh Fin, selalu mau dipermainkan Rangga.” Kataku pelan.
“hah?? Rangga? Bukannya kamu putus lama ya? balikan?” tanya fino seperti sedang menginterograsi.
“ceritanya panjang, aku belum bisa cerita” suaraku terisak.
“hmmm, yaudah kamu udah mau cerita, aku siap jadi pendengar yang baik bel”
 setelah itu dia memegang tanganku dan menggenggam erat jari-jariku, namun aku tidak merasa kesakitan, ini malah membuatku nyaman, membuatku rasanya seolah memilki energi baru. Terimakasih Tuhan telah menciptakan Fino untuk menjadi temanku.
Aku tersenyum. Fino selalu bisa mengambil celah yang membuatku dapat tersenyum. Fino memberi tissue yang ada di jok belakang mobil dan mengusap airmataku. fino menginjak gas dan melajukan mobil kembali. Sepanjang jalan fino menceritakan cerita yang benar-benar membuatku tertawa hingga aku meneteskan airmata karena lucu. Ada-ada saja memang cara fino untuk membuat orang yang ada di dekatnya merasa terhibur.
Tiba di salah satu tempat makan ayam bakar tempat biasanya aku, fino dan teman-teman yang lainnya kunjungi dulu, sewaktu SMA. Sudah tiga tahun aku meninggalkan bangku SMA dan sekarang telah menjadi mahasiswa akhir yang tinggal menunggu di wisuda. Fino memilihkan tempat disudut ruangan yang berhadapan dengan cermin besar yang dibuat sebagai dinding. Ternyata fino masih ingat tempat favorite ku jika makan disini. Padahal sudah dua tahun sejak kepergiannya ke Australia untuk melanjutkan study nya disana ia belum pernah lagi makan di tempat ini, dan ia masih mengingat tempat ini dan sudut-sudut mana yang aku sukai. Benar-benar teman yang baik.
“ayam bakar special nya dua, yang satu tolong banyakin kecapnya. Strawberry juice nya satu dan orange juice nya satu. Tolong minta air mineralnya dua sama fresh fruit nya satu ya.” Fino memesan makanan pada pelayan tanpa melihat buku menu. Sebegitu hafalnya dia, dan dia masih ingat makanan dan minuman yang selalu aku pesan disini, dulu.
“kamu masih ingat menu favorite aku disini ya fin? Cool.” Aku melayangkan sedikit cubitan di lengannya.
“iyalah aku ingat. Ayam bakar kelebihan kecap sama jus strawberry.” Jawabnya. Fino selalu menyebut “ayam bakar kelebihan kecap” karena aku selalu meminta pelayannya menambahkan lebih banyak kecap pada saat ayam dibakar. Dan fino selalu menganggapku aneh. Padahal menurutku itu lezat dan menggugah selera.
Dua air mineral, jus jeruk, jus strawberry, fresh fruit, dan dua piring nasi selalu dihidangkan lebih cepat dari ayam bakar nya. Fino menusukkan garpu pada fresh fruitnya. Itu mengapa fino selalu meminta fresh fruit.  Ya,  untuk cemilan menunggu ayam bakar datang.
“fin, gimana di Melbourne? cewe  Melbourne cantik-cantik deh pasti yaa” tanyaku sambil menyeruput jus strawberry di hadapanku.
“ya gitu bel, seksi lagi mereka. Hehehe” fino tertawa dengan pertnyataan nya sendiri.
“huuu, finoo finoo. Ga berubah..” Kataku santai.
“akhirnyaaa, wahhh enak banget nih kayaknnya. Nyam nyam nyammm” mata fino sudah melotot pada ayam bakar pesanan kami yang dibawa oleh pelayan.
 “maaf lama menunggu. Selamat menikmati” si pelayan berkata sambil tersnyum.
“ohh gapapa mas, terimakasih” ucapkku pada pelayan. senyumku mengembang.

“fin, pelan-pelan aja kali makannya” ucapku pada Fino yang sepertinya sepertinya kelaparan.
“kalau pelan-pelan malah gak terasa nikmatnya bel, lagian gue laper banget.” Jawab fino yang masih asik dengan makanannya.
Aku mencuil sedikit demi sedikit daging dan nasi yang kemudian aku lahap dan ku kunyah perlahan-lahan. Aku masih ingat bagaimana penampilan Fino yang dulu. Aku memperhatikannya. Tubuhnya semakain tinggi, kemeja body fit biru yang ia kenakan memperlihatkan dada bidangnya. Kemeja lengan panjang yang digulung membuat penampilannya lebih maskulin. Dan satu hal yang aku suka dari fino, aroma benetton yang selalu melekat pada tubuhnya menjadi aroma khas tersendiri bagiku.
“Fin, makasih ya..” ucapku sambil tersenyum lirih.
“makasih buat makanannya?, iya bel sama-sama”
“buat semuanya Fin. Dari awal kita ketemu sampai sekarang.” ucapku pelan.
Fino hanya tersenyum dan berkata, “Anytime bella.”

No comments: