Friday, April 6, 2012

LOVE STORY 4


***
Juni 2005

Seminggu ini, Rangga selalu mencurigaiku. Tidak seperti biasanya. tak jarang aku dibuat menangis olehnya akhir-akhir ini. Entah, dimana kesalahanku. Semua yang aku lakukan dianggap salah. Aku tau memang, banyak hal yang tidak bisa aku lakukan untuknya, banyak hal yang tidak bisa aku berikan untuknya. Namun sungguh, semampuku aku akan berikan semua yang ia inginkan walau dengan keterbatasan jarak yang ada di antara kita.
Awal-awal perkuliahanku masih disambut baik oleh nya. Oleh hubungan aku dan dia. Semuanya masih terasa mudah, terasa ringan. Jakarta-Semarang. sepertinya bukan sebuah jarak yang jauh menurut dia dan aku. Kita masih bisa bertemu. Satu minggu sekali aku dan Rangga pasti bertemu. Entah aku yang menemuinya tau ia yang menemuiku.
Aku sangat-sangat mencintainya, segala yang ia minta sebisa mungkin aku penuhi. Seperti keinginannya untuk bertemu denganku setiap minggu pun aku sangat-sangat berusaha agar dapat menjalankan itu. aku fikir ini mudah, dan mungkin Rangga fikir ini mudah. Namun pada kenyataannya tidak segampang dengan apa yang kita fikirkan. Begitu berat. Dan aku tahu, sesuatu yang dirasakan berat akan menjadi menyiksa jika keduanya tidak dapat saling mengerti dan tidak dapat saling mengisi. Dan akhirnya akan menjadi sia-sia.
Hingga pada saat itu semuanya memuncak. Aku terlalu takut kehilangan dia, sehingga aku menuruti segala keinginannya. Dan setelah itu aku penuhi, aku lah yang disalahkan, dan akulah yang ditinggalkan.

Obrolanku dengannya di sms, siang itu.
R : kamu dimana de? Jadi pulang kan siang ini?
B : ade masih banyak tugas ka, kayaknya minggu ini kita gak bisa ketemu. Minggu depan pasti bisa ade pulang ka.
R : berarti gak jadi ade kesini? Huff, sudah kaka tebak. Yaudahlah. Memang selalu seperti itu.
B : ka, ade bukannya gak mau, tapi memang ade ga bisa. Ini tugas ade belum selesai dan harus dikumpulkan lusa pagi. Kalau ade tetep pergi, ade yakin ga akan bisa kelar tugasnya..
R : iya, gak apa-apa :)
B : Ngertiin ade, ka.. tolong :( ade tau Ka Rangga kesel :(
R : enggak kok, sudah biasa seperti ini. :)
B : maafin ade ka.. :( kaka sekarang lagi ngapain?
R : mau keunggaran
B : sama siapa ka? Mau ngapain?
R : sendirian, mau menyendiri aja.
B : hah? Sendiri? Mau menyendiri? Buat apa?? Gausah pergi deh ka, dirumah aja. Yaya, dirumah aja.. :(
R : Ka Rangga lagi banyak masalah de, kaka butuh ade, kaka mau ade ada disini, tapi ternyata gak akan bisa juga kan.
B : ka, ade ngerti banget, minggu depan ade janji ade akan pulang. janji. Jadi kaka gausah pergi ya..
R : kaka mau ade ada disini sekarang. Itu aja kok.
Aku sangat bingung, bingung sekali menghadapinya sekarang. apa yang harus aku lakukan. Aku bisa saja mengabaikan keinginannya. Namun, disamping itu aku takut sekali kehilangan dia. Aku menginginkan yang terbaik untuk hidupnya. Aku sangat bingung sekali.
Saat itu nabila dan reno sedang ada di kamarku, nabila dan reno ada teman. aku membacakan semua is sms rangga pada mereka. Dan mereka semua tidak menyetujui jika aku menuruti keinginannya.akhirnya tidak aku pedulikan permintaan Rangga. Aku abaikan. Dan satu sms kembali masuk di ponselku. Yang isinya :
“ade beneran ga bsa kesini ya? Padahal ka Rangga butuh ade banget sekarang. Kaka ada di kuningan skg, tadi hujan.kaka bawa motor. Sekarang lagi neduh.”
Aku langsung menelefon Rangga, disitu aku tidak bisa mengabaikan keinginannya. aku luluh dengan suaranya yang kemudian membuatku membiarkan diriku mengikuti mau nya. Namun yang aku fikirkan malah kedua temanku itu. apa yang harus aku ucapkan pada mereka. Akhirnya aku berbohong. Aku berbohong dan berkata aku harus pergi kerumah saudaraku di bogor. Wakyu itu jam menunjukan pukul 5 sore, aku fikir kereta menuju Semarang berangkat pukul 3.30, namun ternyata tidak.
Akhirnya aku memaksakan kehendaknya, dia belum menghubungiku juga. Aku kehabisan pulsa dan tidak berfikir untuk segera membeli pulsa. Yang aku fikirkan, adalah aku harus kepergi sekarang apapun itu caranya. Tapi aku bingung, apa yang harus aku lakukan jika kereta pun sudah pergi meninggalkanku.

“telat ya mba??, kenapa ga naik bus aja?.” Ucap seorang pemuda paruh baya yan sepertinya iba melihat kebingunganku.
“ohh, ehh iya, telat mas. Bus?” jawabku yang masih terkejut dengan perkataannya.
“bus dari mana mas?” lanjutku menanyakan.
“yang dari grogol aja mba, kalau pulogadung saya rasa kurang aman.” Katanya menerangkan.
“oh iya mas, makasih banyak mas, terimakasih.” Timpaku dengan senyum yang melebar dan berjalan pergi ke arah taksi.
Aku memasuki taksi dan meminta supir taksi mengantarku sampai terminal grogol.  Aku tau daerah grogol namun aku tidak tau tepatnya dimana terminal berada. Ya, aku fikir semua taksi tau. Jalanan sore yang sudah menggelap itu macet, pikiranku kosong. Yang ada di fikranku saat itu adalah bagaimana aku dapat sampai ke semarang malam mini juga. Aku sudah tidak bisa berfikir panjang. Fikiranku buntu. Satu setengah jam perjalanan yang sangat melelahkan dari gambir menuju grogol.
“pak, bus yang ke arah semarang yang mana ya pak?.” Tanyaku pada seorang laki-laki setengah tua yang aku fikir adalah seorang calo.
“yah mba, sudah keluar setengah jam yang lalu.” katanya sembari membereskan tiket-tiket  yang dipegangnya.
Aku terdiam, benar-benar buntu. Duniaku seakan menjauh dariku, merasa semuanya menjadi hening.
“mba, ada bus yang ke surabaya mau? Sebentar lagi berangkat bus nya?” kata laki-laki yang hampir tua itu kepadaku yang tiba-tiba seolah membuatku menemukan jalan.
“emang bisa pak pake bus itu?.”tanyaku memastikan.
“bisa mba, tapi harganya lebih mahal. Gak apa-apa?” tanyanya.
“gak apa-apa mas. Aku mau , satu tiket.” Pintaku pada laki-laki tersebut dan memberinya uang seharga yang ia sebutkan kemudia aku mengikuti laki-laki itu yang menunjukanku dimana mobil dan kursi yang akan aku duduki.
Pukul 5.30 bus baru berjalan keluar dari terminal. Ada perasaan cemas karena ini adalah kali pertama aku menggunakan bus untuk pulang ke Cirebon terlebih ini adalah bus menuju semarang dan waktunya yang sangat rawan untuk seorang perempuan. Yaa, aku akan sampai semarang sekitar pukul 3 dini hari. Namun rasa takut itu terobatai karena yang ada di benakku saat itu adalah aku akan bertemu dengan laki-laki yang sangat aku sayangi dan aku telah menuruti keinginannya.


“tik tok tik tok.” Ponselku bergetar dan terpangpang nama Rangga di layarnya.
“hallo,” sapaku di telefon.
“kamu dimana de?” suaranya terdengar khawatir.
“ade di bus ka, tadi ade ketinggalan kereta, jadinya naik ini.” Kataku sendu.
“ade gimana sih, tadi katanya naik kereta, sekarang malah ada di bus. Mau sampai jam berapa kalau gitu?!!” bentak Rangga, yang seketika membuat hatiku sakit mendengarnya.
“kereta nya udah berangkat tadi, gak ada keberangkatan lagi kaa..” kataku pelan, tanpa sadar mataku sudah basah, dan aku langsung mengusapnya.
“kenapa sih harus nekat kayak gini, kalau sampe semarang tengah malam nanti gimana, kamu mau tidur dimana?!” ucapnya dengan nada meninggi.
“ade Cuma mau nyenengin kaka, Cuma mau ikutin maunya kaka.” Jawabku terisak.
“Kenapa nekat gini sih. Kaka kan jadi bingung. Jadi susah!” katanya masih dengan nada marah.
“tuttt.. tutt.. tutt..” suara tlefon yang terputus membuat air mataku semakin deras mengalir, namun aku menahannya, aku tahu semua orang di bus ini melihat ke arahku.
Tiba-tiba satu ponselku berdering, aku fikir Rangga menelfonku balik. Tapi bukan, Fino menelfonku. tangisku mekin pecah melihat nama yang tertulis di layar ponselku adalah Fino, ingin rasanya aku angkat namun aku tau, ini bukan saat yang tepat.
Beep.. beep satu pesan masuk, aku membuka sekalihus menyeka airmataku yang sepertinya tak mau berhenti keluar. Ternyata pesan dari adiknya Rangga.

“kaa, itu kaka marah-marah aja, berantem sama ayah, aku nya takut ka.”

Aku bingung membacanya, airmataku semakin tidak bisa dihentikan. Aku tidak memiliki tissue sehingga baju yang aku kenakanlah yang bisa aku gunakan untuk mengelap setiap tetes airmata yang keluar dari mataku. Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat. Apa aku harus balik lagi ke jakrta setelah sampai di Semarang? aku benar-benar bingung harus berbuat apa.
Aku mengirimkan satu pesan pada rangga :
“ka, gausah jemput aku lagi. Aku gak papa. Aku balik aja lagi ke Jakarta. gausah difikirin ya. Maaf.”
Dan Rangga menelfonku dan ia malah memarahiku yang katanya ia akan tetap menjemputku, ia bilang aku tidak boleh pergi kemana-kemana. Jam berpapun ia akan datang menjemputku. Ada sedikit terharu aku mendengar kalimatnya “jam berapapun kk pasti jemput, jangan kemana-kemana tunggu kaka.” Aku sangat-sangat bersyukur memiliki Rangga, walau ia telah membuatku menangis tadi namun semuanya seolah telah terbayarkan. airmataku keluar dan kali ini merupakan tangis haru, tangis bahagia. Ahh aku makin mencintainya.
Akhirnya sampai juga aku dikota ini, semarang, dan aku melihat mobil altis hitam yang diparkirkan di sudut jalan berplat AB 6348 AY. Aku yakin itu mobil milik Rangga, dan benar ia keluar dari mobil dengan wajah yang sedikit mengecewakan karena terrsirat kemarahan di dalam nya.
“ka Rangga masih marah?” kataku pelan.
“ga kok, terus ini mau kemana?“ jawabnya dengan mulai menancapkan gas.
“enggak tau mau kemana” jawabku pelan.
“kenapa si de, nekat gini. Jadi bingung kan skg!” katanya dengan suara meninggi.
“ade kan Cuma mau nurutin kaka, Cuma mau nyenengin kaka, itu aja. ”  kataku, membuat mataku tidak dapat lagi membendung tangisku hingga akhirnya air mataku menetes.
Aku menangis, sakit rasanya mendengar ia dan melihatnya marah kepadaku. Karena pada kenyataannya aku hanya ingin mennuruti apa mau nya. Aku hanya ingin mengikuti apa katanya, tidak lebih. Namun ternyata ini yang aku dapat. Namun sungguh Rasa cinta, Rasa sayang itu tidak hilang karena ia mempelakukanku seperti ini, entah kenapa. Tidak ada marah, namun sedikit kecewa.
“yaudah  gausah nangis, kaka udah  ga marah kok.” Suara nya pelan, dia menggenggam tangannku dan menatapku. Dan lagi-lagi aku hatiku meleleh.
“sekarang mau kemana? Kerumah aja?” tanyanya lagi.
“gak mungkin ade pulang kerumah jam segini ka.” Jawabku
“gimana sih de, pulang gak mau sekarang mau nya kemana?!” katanya dengan intonasi yang lagi-lagi tinggi.
“yaudah, ke stasiun aja.” Jawabku tegas, lagi-lagi aku menyeka air mataku.
Mobil melaju semakin kencang ditengah kota kecil ini, aku tau dia marah padaku. aku hanya bsa diam. Situasi tidak mendukungku untuk berbicara. Rangga pun tidak mengatakan satu patah kata pun. Diam, hening, dingin.

No comments: