Friday, April 6, 2012

LOVE STORY 4


***
Juni 2005

Seminggu ini, Rangga selalu mencurigaiku. Tidak seperti biasanya. tak jarang aku dibuat menangis olehnya akhir-akhir ini. Entah, dimana kesalahanku. Semua yang aku lakukan dianggap salah. Aku tau memang, banyak hal yang tidak bisa aku lakukan untuknya, banyak hal yang tidak bisa aku berikan untuknya. Namun sungguh, semampuku aku akan berikan semua yang ia inginkan walau dengan keterbatasan jarak yang ada di antara kita.
Awal-awal perkuliahanku masih disambut baik oleh nya. Oleh hubungan aku dan dia. Semuanya masih terasa mudah, terasa ringan. Jakarta-Semarang. sepertinya bukan sebuah jarak yang jauh menurut dia dan aku. Kita masih bisa bertemu. Satu minggu sekali aku dan Rangga pasti bertemu. Entah aku yang menemuinya tau ia yang menemuiku.
Aku sangat-sangat mencintainya, segala yang ia minta sebisa mungkin aku penuhi. Seperti keinginannya untuk bertemu denganku setiap minggu pun aku sangat-sangat berusaha agar dapat menjalankan itu. aku fikir ini mudah, dan mungkin Rangga fikir ini mudah. Namun pada kenyataannya tidak segampang dengan apa yang kita fikirkan. Begitu berat. Dan aku tahu, sesuatu yang dirasakan berat akan menjadi menyiksa jika keduanya tidak dapat saling mengerti dan tidak dapat saling mengisi. Dan akhirnya akan menjadi sia-sia.
Hingga pada saat itu semuanya memuncak. Aku terlalu takut kehilangan dia, sehingga aku menuruti segala keinginannya. Dan setelah itu aku penuhi, aku lah yang disalahkan, dan akulah yang ditinggalkan.

Obrolanku dengannya di sms, siang itu.
R : kamu dimana de? Jadi pulang kan siang ini?
B : ade masih banyak tugas ka, kayaknya minggu ini kita gak bisa ketemu. Minggu depan pasti bisa ade pulang ka.
R : berarti gak jadi ade kesini? Huff, sudah kaka tebak. Yaudahlah. Memang selalu seperti itu.
B : ka, ade bukannya gak mau, tapi memang ade ga bisa. Ini tugas ade belum selesai dan harus dikumpulkan lusa pagi. Kalau ade tetep pergi, ade yakin ga akan bisa kelar tugasnya..
R : iya, gak apa-apa :)
B : Ngertiin ade, ka.. tolong :( ade tau Ka Rangga kesel :(
R : enggak kok, sudah biasa seperti ini. :)
B : maafin ade ka.. :( kaka sekarang lagi ngapain?
R : mau keunggaran
B : sama siapa ka? Mau ngapain?
R : sendirian, mau menyendiri aja.
B : hah? Sendiri? Mau menyendiri? Buat apa?? Gausah pergi deh ka, dirumah aja. Yaya, dirumah aja.. :(
R : Ka Rangga lagi banyak masalah de, kaka butuh ade, kaka mau ade ada disini, tapi ternyata gak akan bisa juga kan.
B : ka, ade ngerti banget, minggu depan ade janji ade akan pulang. janji. Jadi kaka gausah pergi ya..
R : kaka mau ade ada disini sekarang. Itu aja kok.
Aku sangat bingung, bingung sekali menghadapinya sekarang. apa yang harus aku lakukan. Aku bisa saja mengabaikan keinginannya. Namun, disamping itu aku takut sekali kehilangan dia. Aku menginginkan yang terbaik untuk hidupnya. Aku sangat bingung sekali.
Saat itu nabila dan reno sedang ada di kamarku, nabila dan reno ada teman. aku membacakan semua is sms rangga pada mereka. Dan mereka semua tidak menyetujui jika aku menuruti keinginannya.akhirnya tidak aku pedulikan permintaan Rangga. Aku abaikan. Dan satu sms kembali masuk di ponselku. Yang isinya :
“ade beneran ga bsa kesini ya? Padahal ka Rangga butuh ade banget sekarang. Kaka ada di kuningan skg, tadi hujan.kaka bawa motor. Sekarang lagi neduh.”
Aku langsung menelefon Rangga, disitu aku tidak bisa mengabaikan keinginannya. aku luluh dengan suaranya yang kemudian membuatku membiarkan diriku mengikuti mau nya. Namun yang aku fikirkan malah kedua temanku itu. apa yang harus aku ucapkan pada mereka. Akhirnya aku berbohong. Aku berbohong dan berkata aku harus pergi kerumah saudaraku di bogor. Wakyu itu jam menunjukan pukul 5 sore, aku fikir kereta menuju Semarang berangkat pukul 3.30, namun ternyata tidak.
Akhirnya aku memaksakan kehendaknya, dia belum menghubungiku juga. Aku kehabisan pulsa dan tidak berfikir untuk segera membeli pulsa. Yang aku fikirkan, adalah aku harus kepergi sekarang apapun itu caranya. Tapi aku bingung, apa yang harus aku lakukan jika kereta pun sudah pergi meninggalkanku.

“telat ya mba??, kenapa ga naik bus aja?.” Ucap seorang pemuda paruh baya yan sepertinya iba melihat kebingunganku.
“ohh, ehh iya, telat mas. Bus?” jawabku yang masih terkejut dengan perkataannya.
“bus dari mana mas?” lanjutku menanyakan.
“yang dari grogol aja mba, kalau pulogadung saya rasa kurang aman.” Katanya menerangkan.
“oh iya mas, makasih banyak mas, terimakasih.” Timpaku dengan senyum yang melebar dan berjalan pergi ke arah taksi.
Aku memasuki taksi dan meminta supir taksi mengantarku sampai terminal grogol.  Aku tau daerah grogol namun aku tidak tau tepatnya dimana terminal berada. Ya, aku fikir semua taksi tau. Jalanan sore yang sudah menggelap itu macet, pikiranku kosong. Yang ada di fikranku saat itu adalah bagaimana aku dapat sampai ke semarang malam mini juga. Aku sudah tidak bisa berfikir panjang. Fikiranku buntu. Satu setengah jam perjalanan yang sangat melelahkan dari gambir menuju grogol.
“pak, bus yang ke arah semarang yang mana ya pak?.” Tanyaku pada seorang laki-laki setengah tua yang aku fikir adalah seorang calo.
“yah mba, sudah keluar setengah jam yang lalu.” katanya sembari membereskan tiket-tiket  yang dipegangnya.
Aku terdiam, benar-benar buntu. Duniaku seakan menjauh dariku, merasa semuanya menjadi hening.
“mba, ada bus yang ke surabaya mau? Sebentar lagi berangkat bus nya?” kata laki-laki yang hampir tua itu kepadaku yang tiba-tiba seolah membuatku menemukan jalan.
“emang bisa pak pake bus itu?.”tanyaku memastikan.
“bisa mba, tapi harganya lebih mahal. Gak apa-apa?” tanyanya.
“gak apa-apa mas. Aku mau , satu tiket.” Pintaku pada laki-laki tersebut dan memberinya uang seharga yang ia sebutkan kemudia aku mengikuti laki-laki itu yang menunjukanku dimana mobil dan kursi yang akan aku duduki.
Pukul 5.30 bus baru berjalan keluar dari terminal. Ada perasaan cemas karena ini adalah kali pertama aku menggunakan bus untuk pulang ke Cirebon terlebih ini adalah bus menuju semarang dan waktunya yang sangat rawan untuk seorang perempuan. Yaa, aku akan sampai semarang sekitar pukul 3 dini hari. Namun rasa takut itu terobatai karena yang ada di benakku saat itu adalah aku akan bertemu dengan laki-laki yang sangat aku sayangi dan aku telah menuruti keinginannya.


“tik tok tik tok.” Ponselku bergetar dan terpangpang nama Rangga di layarnya.
“hallo,” sapaku di telefon.
“kamu dimana de?” suaranya terdengar khawatir.
“ade di bus ka, tadi ade ketinggalan kereta, jadinya naik ini.” Kataku sendu.
“ade gimana sih, tadi katanya naik kereta, sekarang malah ada di bus. Mau sampai jam berapa kalau gitu?!!” bentak Rangga, yang seketika membuat hatiku sakit mendengarnya.
“kereta nya udah berangkat tadi, gak ada keberangkatan lagi kaa..” kataku pelan, tanpa sadar mataku sudah basah, dan aku langsung mengusapnya.
“kenapa sih harus nekat kayak gini, kalau sampe semarang tengah malam nanti gimana, kamu mau tidur dimana?!” ucapnya dengan nada meninggi.
“ade Cuma mau nyenengin kaka, Cuma mau ikutin maunya kaka.” Jawabku terisak.
“Kenapa nekat gini sih. Kaka kan jadi bingung. Jadi susah!” katanya masih dengan nada marah.
“tuttt.. tutt.. tutt..” suara tlefon yang terputus membuat air mataku semakin deras mengalir, namun aku menahannya, aku tahu semua orang di bus ini melihat ke arahku.
Tiba-tiba satu ponselku berdering, aku fikir Rangga menelfonku balik. Tapi bukan, Fino menelfonku. tangisku mekin pecah melihat nama yang tertulis di layar ponselku adalah Fino, ingin rasanya aku angkat namun aku tau, ini bukan saat yang tepat.
Beep.. beep satu pesan masuk, aku membuka sekalihus menyeka airmataku yang sepertinya tak mau berhenti keluar. Ternyata pesan dari adiknya Rangga.

“kaa, itu kaka marah-marah aja, berantem sama ayah, aku nya takut ka.”

Aku bingung membacanya, airmataku semakin tidak bisa dihentikan. Aku tidak memiliki tissue sehingga baju yang aku kenakanlah yang bisa aku gunakan untuk mengelap setiap tetes airmata yang keluar dari mataku. Ya Tuhan, apa yang harus aku perbuat. Apa aku harus balik lagi ke jakrta setelah sampai di Semarang? aku benar-benar bingung harus berbuat apa.
Aku mengirimkan satu pesan pada rangga :
“ka, gausah jemput aku lagi. Aku gak papa. Aku balik aja lagi ke Jakarta. gausah difikirin ya. Maaf.”
Dan Rangga menelfonku dan ia malah memarahiku yang katanya ia akan tetap menjemputku, ia bilang aku tidak boleh pergi kemana-kemana. Jam berpapun ia akan datang menjemputku. Ada sedikit terharu aku mendengar kalimatnya “jam berapapun kk pasti jemput, jangan kemana-kemana tunggu kaka.” Aku sangat-sangat bersyukur memiliki Rangga, walau ia telah membuatku menangis tadi namun semuanya seolah telah terbayarkan. airmataku keluar dan kali ini merupakan tangis haru, tangis bahagia. Ahh aku makin mencintainya.
Akhirnya sampai juga aku dikota ini, semarang, dan aku melihat mobil altis hitam yang diparkirkan di sudut jalan berplat AB 6348 AY. Aku yakin itu mobil milik Rangga, dan benar ia keluar dari mobil dengan wajah yang sedikit mengecewakan karena terrsirat kemarahan di dalam nya.
“ka Rangga masih marah?” kataku pelan.
“ga kok, terus ini mau kemana?“ jawabnya dengan mulai menancapkan gas.
“enggak tau mau kemana” jawabku pelan.
“kenapa si de, nekat gini. Jadi bingung kan skg!” katanya dengan suara meninggi.
“ade kan Cuma mau nurutin kaka, Cuma mau nyenengin kaka, itu aja. ”  kataku, membuat mataku tidak dapat lagi membendung tangisku hingga akhirnya air mataku menetes.
Aku menangis, sakit rasanya mendengar ia dan melihatnya marah kepadaku. Karena pada kenyataannya aku hanya ingin mennuruti apa mau nya. Aku hanya ingin mengikuti apa katanya, tidak lebih. Namun ternyata ini yang aku dapat. Namun sungguh Rasa cinta, Rasa sayang itu tidak hilang karena ia mempelakukanku seperti ini, entah kenapa. Tidak ada marah, namun sedikit kecewa.
“yaudah  gausah nangis, kaka udah  ga marah kok.” Suara nya pelan, dia menggenggam tangannku dan menatapku. Dan lagi-lagi aku hatiku meleleh.
“sekarang mau kemana? Kerumah aja?” tanyanya lagi.
“gak mungkin ade pulang kerumah jam segini ka.” Jawabku
“gimana sih de, pulang gak mau sekarang mau nya kemana?!” katanya dengan intonasi yang lagi-lagi tinggi.
“yaudah, ke stasiun aja.” Jawabku tegas, lagi-lagi aku menyeka air mataku.
Mobil melaju semakin kencang ditengah kota kecil ini, aku tau dia marah padaku. aku hanya bsa diam. Situasi tidak mendukungku untuk berbicara. Rangga pun tidak mengatakan satu patah kata pun. Diam, hening, dingin.

LOVE STORY 3


***
Mei 2001
Dengan nilai Ujian Nasionalku yang rata-rata Sembilan. Aku bisa masuk ke sekolah favorit di kota ini. SMA Negeri 1 Kota SEMARANG. Itu membuat kedua orangtua ku terutama ayahku bangga padaku. ya, itu yang mereka katakana bahwa mereka bangga padaku. dan sebelum aku benar-benar menjadi salah satu siswi SMA yang katanya berisi orang-orang pintar dan orang-orang yang akan sukses dimasa depan ini aku harus mengikuti Masa Orientasi Siswa selama 3 hari lamanya.
 “makanannya jangan lupa dimakan, jam 2 ibu jemput” kata ibu sambil memberhentikan mobil tepat di depan sekolah.
“iya bu.” aku menghampiri ibu dan mencium tangan dan kedua pipinya.
Aku keluar dari mobil dan berjalan menuju gerbang sekolah. Hanya ada beberapa anak yang memakai atribut aneh sepertiku. Kemana yang lainnya, pkirku dalam hati.
“ehh kamu mau kemana? Kamu kesini.” Perintah kakak senior dengan menunnjukku.
“aku mau masuk kak,”
“kamu tau harus datang jam berapa?” kakak senior mulai melototiku.
“jam 7 kak.” Ucapku tertunduk.
“aturan darimana itu jam 7, masuk itu jam 6.30. kamu baru masuk sudah buat aturan sendiri! Sudah kamu berdiri disini. Sama temen-temen kamu yang lain.”
Aku langsung menghampiri dan berdiri bersama teman-teman yang juga bernasib sama denganku. Tapi aku benar-benar tidak sengaja datang terlambat. Aku fikir masuk jam 7 pagi bukan setengah 7. Benar-benar sial sekali hari ini.
“hei,  kamu telat juga? Kenalin nama aku fino. Udah gausah diambil hati kata-kata mereka, dibuat enak aja.” Katanya yang tiba-tiba membuatku terkejut.
“eh iya, aku bella. aku juga ga mikirin kok.”jawabku singkat.
“semua yang telat coba dikeluarkan barang-barang yang harus dibawa.” Ucap seorang senior dengan sedikit berteriak.
Aku panik ketika membuka tas dan tidak menemukan bekal makananku, padahal itu adalah syarat yang paling penting. Aku merasakan wajah dan kepalaku memanas. Aku bingung harus berkata apa, aku sungguh-sungguh ketakutan.
“ada yang ketinggalan?” tanya fino. Sepertinya fino dapat melihat raut kebingungan pada wajahku.
“aku lupa masukin kotak makanan yang udah disiapin ibu ku.  Aku lupa, bodoh sekali.” kataku menghardik diri sendiri.
“yaudah, kamu pegang aja kotak makan aku.” Fino memberikan kotak makannya padaku, tapi aku menolaknya.
“Enggak usah nanti kamu kena marah senior kalau enggak bawa ini” ucapku sambil menyodorkan kembali kotak makan yang diberikan fino.
“Yah aku sih enggak papa bell, aku kan laki-laki. Paling cuma dimarahin terus kena hukuman.” Fino langsung memasukan kotak makannya kedalam tas ku.
“apa-apaan ini, bukannya disiapain malah ngobrol.” Bentak kakak senior.
“aku lupa bawa kotak makanan kak, tadi buru-buru soalnya.” Ucap fino pada kakak senior.
“saya tidak perduli kamu buru-buru atau tidak. Sudah cepat push up 50kali!!” ucapnya sambil menunjuk tempat dimana fino harus menerima hukuman. Dan itu sontak membuatku tidak enak, aku hendak mengakui kesalahanku.
fino mendekatiku dan berkata “50kali push up kecil buat aku,” sambil tersenyum dan mengerdipkan mata ia melengos kedepan untuk menerima hukuman.
Sejak saat itu aku dan fino menjadi teman baikku. Kita tidak satu kelas pada tahun pertama. Namun Fino selalu menghampiri kelasku untuk mengajakku makan di kantin atau sekedar membawakanku minum dan cemilan jika aku sedang mengerjakan pekerjaan rumahku yang belum selesei.  fino lah yang suka menggodaku, membuatku malu di depan salah satu kaka senior laki-laki yang diam-diam fino mengetahui bahwa aku menyukai kaka senior itu.
Sampai pada tahun kedua aku dan fino masuk dikelas yang sama. Kita berdua sama-sama memilih jurusan yang sama yaitu ilmu sosial. Tahun kedua itu lah aku pertama kalinya berpacaran. Dan itu mengubah kedekatanku dengan Fino. aku tau bahwa Fino sangat mengerti bahwa pacarku tidak menyukai jika aku berteman terlalu dekat dengannya. Itulah saat dimana aku dan fino tidak bisa sedekat dulu lagi.
 Sampai pada akhir di tahun ke tiga, saat Fino memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Melbourne, Australia. Pada saat kami sudah menggenggam surat kelulusan kami. Aku tidak bisa berkata apa-apa, namun tidak bisa dipungkiri ada sebersit kesedihan. Tapi itu tidak aku perlihatkan. Aku bangga padanya. Aku bersyukur diberi Tuhan teman seperti dia. Namun pada saat keberangkatannya aku tidak bisa ikut mengantar karena alasan yang fino dapat pahami. Ya, Fino selalu dapat mengerti dan memahami aku.

 “akhirnya, sampai juga dirumahmu.bel” Fino memarkirkan mobilnya di depan rumahku.
“bel, belaaaa.” Fino memanggilku dengan menyenggol bahuku membuatku terkejut.
“iya Fin, maaf  tadi aku keinget pertama kali kita ketemu waktu MOS SMA dulu Fin. Lucu ya.”  Senyum kecil mengembang di bibirku.
“Fin, sekali lagi makasih banyak yaa.” Lanjutku, mataku tertuju pada fino yang sudah lebih dulu menatapku.
“Iya bel, anytime honey.” fino tersenyum dan mengelus pipiku lembut.
Aku dan fino keluar dari mobil, fino mengantarku tepat di depan pintu rumahku. Aku mengetuk pintu beberapa kali, dan ibu yang membukakannya.
“malem tante.” fino tersenyum dan mencium tangan ibu.
“eh nak Fino, sudah sudah selesei kuliah di luar negerinya? Dimana tuh nduk tempatnya, sebentar, sebentar.. ibu lupa.?” Tanya ibu sambil berfikir.
“Di Melbourne tante.” Jawab Fino. Padahal ibu menanyakannya padaku, tapi Fino sok dekat sekali dengan ibu.
“kalau kuliah sudah selesei tante. Sekarang lagi mikir mau pindah kerja di Jakarta aja atau tetap kerja disana tante.” Jelas Fino sopan.
“wahh, hebat sekali. Padahal kalian masuk kuliah ditahun yang sama tapi nak Fino sudah selesei duluan. Tuh nduk kamu gimana sih sekolahnya.” Mata ibu mengarah padaku, meledekku.
“ahh ibu, jangan gitu dong. Kan Malu.” Ucapku sambil menggandeng tangan ibu.
“loh kenapa jadi berdiri aja, ayo ayo masuk nak Fino.” Ibu mempersilahkan Fino untuk masuk.
“Maaf tante, lain kali aja Fino nanti mampir lagi. Fino harus pulang sekarang tante.” Fino menolak dengan tutur kata dan intonasi yang sopan.
“oh yaudah kalau seperti itu. makasih loh nak Fino sudah mengantar bella. Hati-hati dijalan.”
“iya tante, salam buat om.” Ucap Fino kemudian berbalik dan berjalan menuju mobil. Dan sedikit-sedikit mobil fino pergi menjauh dan lenyap.

Fino memang seorang pemuda baik. Tidak hanya baik, ia juga tampan. Banyak teman-temanku yang menyarankan aku agar berpacaran saja dengan Fino. Kedekatanku dengan Fino memang sangatlah dekat hingga banyak dari mereka yang melihat menganggap kami berpacaran. Namun aku tidak pernah memilki perasaan seperti ketika aku dengan Rangga. walau banyak yang memberitahuku bahwa Fino memiliki perasaan lebih padaku. tidak hanya sekedar teman. aku tidak pernah percaya, aku tau persis tipe wanita seperti apa yang ia sukai. Dan itu tidak ada padaku. dan aku tidak pernah ambil pusing hal tersebut, aku merasakan rasa sayang Fino padaku, aku pun juga menyayanginya. Namun hanya sebagai sahabat. Selamanya akan seperti itu. Aku tau itu.

LOVE STORY 2

***
“bukannya mandi malah ngelamun di depan cermin, gimana sih nduk!” Suara ibu yang sedikit meninggi membuyarkan lamunannku dan mengembalikannku pada kenyataan. Ya kenyataan bawa sekarang rangga bukan milikku dan ia telah berubah.
“eh, i.. i.. iya bu, ini juga mau mandi. Mau ambil handuk dulu di belakang.” Jawabku cepat, menyambar handuk warna merah muda yang ada di hadapanku dan langsung melengos ke kamar mandi.
“anak muda..” suara ibu terdengar sayup sayup, dan aku mendengar suara pintu yang ditutup itu menandakan bahwa ibu sudah pergi dari kamarku.
Aku berharap mandi tidak hanya membersihkan kotoran-kotoran yang ada ditubuhku, namun juga  membersihkan puing-puing hatiku yang hancur berantakan, dan dapat menyadarkan aku akan sebuah kenyataan. Kenyataan, bahwa Rangga sudah telah meninggalkanku untuk perempuan lain. Kenyataan pahit yang harus harus aku telan bulat-bulat yang akhirnya mengganjal di tenggorokanku sehingga membuatku sulit bernafas.
Nasi goreng yang ibu buat Nampak lezat, lengkap dengan telur mata sapi dan kerupuk udang kesukaanku. Namun aku tidak bernafsu untuk melahapnya. Aku hanya menatapnya tanpa aku mnyentuhnya. Aku meraih segelas air putih dan meneguknya sampai tak tersisa lagi. Sepertinya aku kekurangan cairan dikarenakan airmataku yang membuncah semalam dan tadi pagi.
“loh,loh Cuma diliatin aja makanannya? Kok ini minumnya habis duluan?” suara ibu membuyarkan pikiranku, dan lagi-lagi aku melamun.
“aku ga laper bu. Cuma haus banget.” Suaraku melemah
“kamu sakit nduk?” tanya ibu sambil menepelkan telapak tangannya di leher dan sebagian wajahku.
“enggak bu, Cuma sedikit ga enak badan .nanti aja sorean makannya, ak mau tidur aja bu.” suaraku serak. Berjalan masuk ke bertuliskan nama “bella” di ukitan kayu nya.
Tidak lama kemudian ibu membawakanku segelas susu coklat hangat, “kalau ga mau makan, yaudah minum susu aja biar ga kekurangan gizi” matanya menatap lembutku, aku tau betapa ia mengkhawatirkan keadaanku.
“iya bu, terimakasih. Bu, bela enggak kenapa-kenapa ko. Enggak usah khawatir bu. Bela kan sudah besar.” Sedikit senyum merekah dibibirku.

Setelah satu gelas susu aku minum, rasanya aku merasa lebih baik. Benar seperti yang dikatakan oleh majalah yang ak baca bahwa “secangkinr susu coklat hangat dapat membuatmu lebih rileks”. Ya setidaknya aku tidak mau terlihat sedih apalagi menangis di depan ibu atau siapapun itu. terlebih lagi menangis karena patah hati. Tidak akan.
Aku tidak ingin memikirkannya lagi, sudah cukup seharian kemarin aku menangis. Setidaknya aku harus mengalihkan pikiran-pikiranku tentang Rangga. Aku harus melakukan hal yang aku sukai untuk agar terlihat bahagia dan tak begitu sedih. aku memutar otak, kemana dan dengan siapa aku akan pergi bersenang-senang. Teman-teman sma ku dulu pasti belum liburan dan dipastikan mereka masih berada di bandung.
aku tidak menyesal sama sekali memilih kuliah di Jakarta. Terlebih karena rangga telah meninggalkanku. Ranggalah yang selalu membuatku pulang lagi dan lagi ke kota ini, hanya untuk bertemu dia. Namun setelah ini, ingin rasanya aku kembali ke Jakarta tanpa pernah lagi ke kota ini. Namun itu tidak mungkin karena disinilah tempat kedua orangku tinggal, tempat dimana seluruh keluargaku tinggal, jadi jika berfikir aku akan tinggal selamanya di Jakarta hanya karena perasaan bodoh ini ya gila namanya.
“bepp..bepp..” suara ponselku berdering menandakan ada pesan masuk.
Isi dalam pesan nya : “teruntuk perempuan bermata indah. Bela. Dimohon untuk bersiap karena pemuda tampan dan baik hati sebentar lagi akan datang menjemput. FINO.”
Membaca itu membuat senyumku mengembang, hingga airmataku ikut keluar. Tapi sungguh ini adalah air mata bahagia. Bukan seperti semalam, bukan seperti kemarin. Rasanya ingin sekali aku menceritakan semuanya pada fino. Semuanya. Secepat nya aku bangun dan meninggalkan tempat tidurku. Mandi dan bersiap. aku mengenakan celana blue jeans 7/8 dan atasan berwarna peach dengan rambutku yang aku biarkan tergerai, make up yang terlihat natural hanya lebih glossy di bibirku yang mungil membuat penampilanku lebih segar. Tidak seperti semalam dan tadi pagi.
“mau kemana bel, ko sudah rapih?”, tanya ibu yang masih santai dengan duduknya.
“mau main bu, kan malem minggu”
“pergi sama siapa nduk? Tanya ibu pelan.
“sama fino bu.” Jawabku singkat.
“Fino teman SMA mu dulu yang kuliah di luar negeri itu ya nduk?”
“Iya bu. tuh fino dateng bu, yaudah bela pergi ya bu” kataku buru-buru sambil mencium tangan ibu dan mencium kedua pipinya.

Aku pergi dengan fino, seorang laki-laki teman semasa SMAku. Dia adalah satu-satunya teman laki-laki yang paling dekat denganku sampai saat ini.  Fino melanjutkan kuliahnya di Melbourne, Australia. Terakhir bertemu Fino 2 tahun yang lalu, saat ia balik dari Melbourne dan aku hanya menemuinya dua kali pada saat di Semarang dan ketika di bandara. Aku mengantarnya ketika ia hendak kembali ke negeri kangguru itu. namun kita masih tetap berhubungan, tetap memberi kabar. Tak jarang kita memakai fasilitas skype yang ada di internet dan akan menghabiskan waktu semalaman suntuk sampai kadang membuat kita berdua tertidur. Selayaknya seorang teman, ia selalu mendengarkan semua ceritaku. Dan, ternyata dua hari yang lalu Fino kembali dari Melbourne tanpa pernah mengatakan apapun padaku. Ia berkata ini bahwa kejutan untukku.
“ahhh finoooooooo” jeritku ketika membuka pintu mobil fortuner hitam kepunyaanya dan seketika menghamburkan pelukan yang tentunya agak susah mengingat posisi duduknya terhalang oleh persneling.
“haha lebay banget sih bel, make meluk-meluk risih gue!” katanya sambil menyalakan mesin mobil.
“ini kita mau kemana bel?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“kemana aja deh fin” Jawabku sembari melihat perubahan-perubahan yang ada pada laki-laki teman lamaku ini. Fino semakin dewasa. Dari penampilannya, dari tutur katanya.
“ Ngomong-ngomong ko kamu banyak berubah, beda kalau di skype?” tanyaku dengan memincingkan mata.
“masa sih, mungkin karena di skype gak terlalu jelas bel”
“kamu juga makin cantik bel, rambutmu panjang sekarang.” Lanjutnya.
“ohh ya? Wahh makasih loh finoo.” Jawabku dengan senyum yang merekah.
“yaudah mau cari makan dulu aja?” tanya fino sambil tetap fokus pada jalanan.
“yaudah, makan dulu deh. Aku juga belum makan.”
Tiba-tiba aku teringat ketika aku masih bersama rangga, situasinya seperti ini. Namun, bukan dengan Fino, melainkan Rangga. aku selalu memulai dan membuat pembicaraan. Rangga hanya sedikit tersenyum jika aku menceritakan hal yang menyenangkan, dan akan menatapku jika aku menceritakan hal yang sedih. mengelus rambutku dan berkata “sabar” atau “yaudah enggak apa-apa.” sembari mengelus lembut rambutku dengan tangannya yang besar.
“bel, ko bengong sih?” tanya fino membuayarkan lamunannku.
“keliatan banget ya kalau kamu ada masalah.” Lanjutnya.
“hufft..” aku menundukan kepalaku
“Aku bodoh Fin, selalu mau dipermainkan Rangga.” Kataku pelan.
“hah?? Rangga? Bukannya kamu putus lama ya? balikan?” tanya fino seperti sedang menginterograsi.
“ceritanya panjang, aku belum bisa cerita” suaraku terisak.
“hmmm, yaudah kamu udah mau cerita, aku siap jadi pendengar yang baik bel”
 setelah itu dia memegang tanganku dan menggenggam erat jari-jariku, namun aku tidak merasa kesakitan, ini malah membuatku nyaman, membuatku rasanya seolah memilki energi baru. Terimakasih Tuhan telah menciptakan Fino untuk menjadi temanku.
Aku tersenyum. Fino selalu bisa mengambil celah yang membuatku dapat tersenyum. Fino memberi tissue yang ada di jok belakang mobil dan mengusap airmataku. fino menginjak gas dan melajukan mobil kembali. Sepanjang jalan fino menceritakan cerita yang benar-benar membuatku tertawa hingga aku meneteskan airmata karena lucu. Ada-ada saja memang cara fino untuk membuat orang yang ada di dekatnya merasa terhibur.
Tiba di salah satu tempat makan ayam bakar tempat biasanya aku, fino dan teman-teman yang lainnya kunjungi dulu, sewaktu SMA. Sudah tiga tahun aku meninggalkan bangku SMA dan sekarang telah menjadi mahasiswa akhir yang tinggal menunggu di wisuda. Fino memilihkan tempat disudut ruangan yang berhadapan dengan cermin besar yang dibuat sebagai dinding. Ternyata fino masih ingat tempat favorite ku jika makan disini. Padahal sudah dua tahun sejak kepergiannya ke Australia untuk melanjutkan study nya disana ia belum pernah lagi makan di tempat ini, dan ia masih mengingat tempat ini dan sudut-sudut mana yang aku sukai. Benar-benar teman yang baik.
“ayam bakar special nya dua, yang satu tolong banyakin kecapnya. Strawberry juice nya satu dan orange juice nya satu. Tolong minta air mineralnya dua sama fresh fruit nya satu ya.” Fino memesan makanan pada pelayan tanpa melihat buku menu. Sebegitu hafalnya dia, dan dia masih ingat makanan dan minuman yang selalu aku pesan disini, dulu.
“kamu masih ingat menu favorite aku disini ya fin? Cool.” Aku melayangkan sedikit cubitan di lengannya.
“iyalah aku ingat. Ayam bakar kelebihan kecap sama jus strawberry.” Jawabnya. Fino selalu menyebut “ayam bakar kelebihan kecap” karena aku selalu meminta pelayannya menambahkan lebih banyak kecap pada saat ayam dibakar. Dan fino selalu menganggapku aneh. Padahal menurutku itu lezat dan menggugah selera.
Dua air mineral, jus jeruk, jus strawberry, fresh fruit, dan dua piring nasi selalu dihidangkan lebih cepat dari ayam bakar nya. Fino menusukkan garpu pada fresh fruitnya. Itu mengapa fino selalu meminta fresh fruit.  Ya,  untuk cemilan menunggu ayam bakar datang.
“fin, gimana di Melbourne? cewe  Melbourne cantik-cantik deh pasti yaa” tanyaku sambil menyeruput jus strawberry di hadapanku.
“ya gitu bel, seksi lagi mereka. Hehehe” fino tertawa dengan pertnyataan nya sendiri.
“huuu, finoo finoo. Ga berubah..” Kataku santai.
“akhirnyaaa, wahhh enak banget nih kayaknnya. Nyam nyam nyammm” mata fino sudah melotot pada ayam bakar pesanan kami yang dibawa oleh pelayan.
 “maaf lama menunggu. Selamat menikmati” si pelayan berkata sambil tersnyum.
“ohh gapapa mas, terimakasih” ucapkku pada pelayan. senyumku mengembang.

“fin, pelan-pelan aja kali makannya” ucapku pada Fino yang sepertinya sepertinya kelaparan.
“kalau pelan-pelan malah gak terasa nikmatnya bel, lagian gue laper banget.” Jawab fino yang masih asik dengan makanannya.
Aku mencuil sedikit demi sedikit daging dan nasi yang kemudian aku lahap dan ku kunyah perlahan-lahan. Aku masih ingat bagaimana penampilan Fino yang dulu. Aku memperhatikannya. Tubuhnya semakain tinggi, kemeja body fit biru yang ia kenakan memperlihatkan dada bidangnya. Kemeja lengan panjang yang digulung membuat penampilannya lebih maskulin. Dan satu hal yang aku suka dari fino, aroma benetton yang selalu melekat pada tubuhnya menjadi aroma khas tersendiri bagiku.
“Fin, makasih ya..” ucapku sambil tersenyum lirih.
“makasih buat makanannya?, iya bel sama-sama”
“buat semuanya Fin. Dari awal kita ketemu sampai sekarang.” ucapku pelan.
Fino hanya tersenyum dan berkata, “Anytime bella.”

LOVE STORY 1


***
Ini hari pertama aku memejamkan mata di rumah tempat aku dibesarkan selama 22 tahun, rumah yang kini sering aku tinggalkan karena kewajibanku untuk menuntut ilmu di kota metropolitan. Jakarta. skripsi dan sidang sudah terseleseikan,aku hanya tinggal menunggu wisuda nanti akhir tahun ini, Desember 2009. Aku memiliki waktu kurang lebih empat bulan untuk berlibur, dan aku memilih untuk sejenak pulang ke tempat kelahirnku dan menghabiskan liburanku sebelum ak wisuda dan memulai bersaing lagi untuk mendapatkan pekerjaan terbaik.
 Aku terbangun, membuka mataku dan melihat cahaya matahari  yang telah masuk kedalam jendela kamarku yang masih tertutup gorden warna merah muda, yang membuat pantulan warna nya begitu cantik. Aku sudah bisa membayangkan cerahnya hari ini diluar sana, seperti hatiku yang sedikit berwarna, mengingat Rangga datang kembali saat ia menyakitku entah sudah berapa kali. Namun aku masih percaya padanya, aku masih yakin akan cinta yang ia tawarkan kembali. Ya walaupun aku tau, aku hanya menjadi orang ketiga dalam hubungan dia dengan kekasihnya sekarang. Namun aku tidak perduli.
Aku mengangkat tubuhku, menyandarkan bahuku pada besi-besi penyanggah tempat tidurku dengan masih memeluk guling bersarung bunga-bunga merah muda itu. aku menyambar ponselku dengan harapan ada telefon masuk atau setidaknya sms masuk dari rangga dengan kata-kata selamat pagi, dan mengajakku keluar sore ini untuk sekedar makan atau apapun itu. karena aku tau Rangga pasti sudah tau bahwa telah berada di kota tempat aku dan dia bertemu, dulu.
 satu pesan terpangpang disana, dan benar dari Rangga. Aku membuka dengan penuh keyakinan dan harapan. Senyumku sedikit mengembang.
Isi dalam pesan singkatnya “maafin kakak de, kaka enggak bisa seperti ini terus. Seharusnya kaka lebih bisa bersyukur dengan apa yang sudah kaka miliki bukannya menjalani seperti ini, ini akan sakit untuknya. Maafin kaka de. Gak usah ganggu kaka lagi.”
Senyumku yang sedikit mengembang perlahan memudar, aku terdiam, bibirku bergetar, kepalaku terasa panas, dan mataku sudah merasakan kehadiran air bening yang seketika tumpah. tangisku pecah, mengisi keheningan yang ada di dalam kamarku.
Sebegitu hebatnya kah dia melakukan hal seperti ini padaku? aku tidak pernah sedikitpun mengganggunya, menggodanya. Dialah yang selalu datang, datang lagi padaku, dialah yang telah mengganggu hidupku, dia yang telah memberikan harapan semu padaku, berkata masih mencintaiku, berkata ia membutuhkanku. tidak merasakah dia bahwa kehadirannya hanya membuat luka baru untuku? dan semua manis yang ia katakan hanya sekedar sampah yang teruarai dari bibir dustanya.


Ini bukan kali pertama ia melakukan ini padaku, dia selalu menjatuhkan aku kembali setelah ia meninggikan aku. Entah apa maunya, mungkin membuatku menangis adalah sebuah kesenangan untuknya, dan mana mungkin selama ini aku masih saja bertahan untuk sesuatu yang tidak tentu, sesuatu yang semu, yang hanya ia berikan ketika ia mau, dan ia akan ambil kembali ketika ia merasa bersalah, bersalah karena telah menyakiti perasaan kekasihnya yang sekarang. Dia tidak secuil pun memikirkan perasaanku.
 Jatuhnya suatu keyakinan, runtuhnya suatu pengharapan, yang membuat (lagi) kekecewaan. Membuat lagi-lagi tangisku memuncak. Seperti air bah yang datang secara tiba-tiba menenggelamkan semuanya, ya semuanya. Dan aku yakin, semua yang telah tenggelam, tiba-tiba muncul kembali ke permukaan, ya, dia akan datang kembali padaku, hanya untuk meninggikan aku dan kemudian menjatuhkan kembali. Aku harap aku bisa menepis ketika itu datang, semoga aku dapat menolak pesonanya,  dan mengabaikan perasaanku. Semoga.
Aku ingat dulu, dulu sekali saat ia masih saja datang di bulan pertama ia meninggalkanku. Dulu, empat tahun yang lalu, dan lagi-lagi aku menangis mengingatnya

“tok, tok, tok,”
“bela, kamu kenapa nak?” suara ibuku ibu sontak membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku.
Aku menarik nafas dalam-dalam, Aku berjalan kearah pintu kamarku, dengan segera aku menghapus air mataku. Aku memegang erat gagang pintu kamar dengan tiga kali tarikan nafas, dan aku membuka pintu pada tarikan nafasku yang ketiga.
“enggak, bu. Ini bela lagi latihan akting buat nanti teater.” Dengan suaraku lantang, dan senyum yang merekah.
“latihan ko sampai sembab gitu matanya, gausah terlalu dipaksakan, latihan sewajarnya saja. Kan sayang jadi jelek tuh mukanya, ga cantik lagi.”
“iya dong bu, kalo pemain teater professional itu harus melakukan apapun agar dapat memberikan penampilan yang terbaik.” Sanggahku sembari berkacak pinggang.
“kamu ini ada-ada saja, yasudah kamu mandi terus sarapan. Ibu sudah buatkan nasi goreng.” Kata ibu sembari melengos pergi meninggalkan kamarku.
Aku menutup kamar, berbalik badan dan berdiri sejenak dan membuatku kembali pada wajah nanar, tidak lagi berpura-pura seperti yang dilakukanku di depan ibu tadi, di depan ibu.
 Aku berdiri di di depan cermin, melihat pantulannya yang begitu menyedihkan, pantulan wajah yang jelas tidak akan enak dilihat, mata yang sembab dengan pandangan yang kosong telah menghiasi wajah bulatku.
Mataku tertuju pada bingkai foto kecil di atas meja belajarku. itu adalah fotoku bersama rangga, aku ingat sekali kapan dan dimana foto itu diambil, dan fikiranku tiba2 melayang jauh. Jauh sekali.
Teringat saat itu, tujuh tahun yang lalu. saat aku dan dia masih bersama. Pada saat ia masih mencintaiku, masih menginginkanku. Saat dimana dunia hanyalah milik kita berdua. Saat dimana cinta baru datang menyapa dan hinggap di hati kita, yang membuat kita jatuh cinta, membuat kita selalu merasakan rindu. membuat segalanya indah.


LOVE STORY


Ini bermula ketika aku masih berseragam putih-abu2, saat dimana aku masih terpuruk karena ditinggalkan oleh seorang yang ku fikir aku tidak dapat melupakannya, namun disitulah ia datang, ya dia yang akan menjadi pemeran utama dalam ceritaku, dia yang memiliki andil dalam setiap langkah yang ku jalani sekarang.
Walau dia bukan miliki seperti pada saat itu, namun aku masih menganggapnya sebagai seorang yang berarti, seorang yang seolah masih ada di sampingku, namun pada kenyataanya dia telah pergi jauh.
 Sejauh yang tidak pernah aku bayangkan, namun aku masih tetap disini, menunggunya, menunggunya untuk kembali padaku.Aku sudah seringkali berusaha melupakannya, namun tak kuasa aku menepis perasaan yang sepertinya sudah menjalar hingga ke seluruh ruang di hatiku, sehingga tidak ada lagi tempat untuk seseorang yang baru di hatiku.
 Aku masih menginginkannya, aku hanya menaruh harap ini dalam doa yang aku panjatkan agar ia dapat kembali padaku dan mengulang kembali segala cerita yang dulu terukir dengan indah. Cerita terindah, termanis yang pernah aku dapat. Walau sebenarnya ia telah membuatku terluka oleh sikap dan keputusannya namun aku tidak pernah mengingat rasa sakit hati itu, semuanya indah, semuanya manis.Perasaan cinta ini telah membutakan fikiranku, telah membutakan hatiku, hingga membutakan kedua mataku.
 sebenarya ini menyakitkan untukku , mendapati dia meninggalkanku untuk perempuan lain, memiliki seseorang yang lain yang kini menjadi terpenting dalam hidupnya, seseorang lain yang kini membuatnya tersenyum, bukan lagi aku. Sudah sangat lama berlalu, namun tak kunjung aku melupakannya dan menemukan pengganti dirinya.
 Hatiku selalu menolak apa yang datang dan akhirnya akan pergi begtu saja tanpa pernah aku mau menoleh dan memberi kesempatan untuk dapat masuk kedalam hatiku. Ia memiliki tempat sendiri, tempat istimewa yang tidak bisa digantikan orang lain, tempat yang akan hanya untuknya.Aku hanya akan memendam rasa ini, menguburnya jauh-jauh kedasar hati, namun ternyata perasaan ini dapat tiba-tiba mengambang di permukaan, membuatku kalang kabut, membuatku menangis lagi.
  lagi-lagi ia mengusikku, mengusik hidupku yang sudah mulai tenang, tanpa ada lagi rasa sakit dan kecewa.Ia datang padaku seperti angin yang datang dan pergi mengikuti musim. Tanpa pernah tau atau mungkin tidak pernah ingin tau bagaimana perasaanku. Ia memutar balikan hatiku.
 Seperti candu ia menghipnotisku, membuatku tak bisa lagi lari dari nyata, membuatku seolah tidak bisa hidup tanpa nya, seolah ia adalah detak jantungku sehingga ketika aku benar-benar menghentikannya disitulah akhir dari hidupku, akhir dari ceritaku.
 Namun, pada akhirnya ia hanya akan menjadi kenangan, kenangan paling indah, kenangan yang akan menempati ruang istimewa di dalam hati. Yang ceritanya tidak akan pernah bisa dilupakan.
 Yang pada akhirnya cinta menemui titik jenuh, namun cinta itu tetap tidak tergantikan. Hanya saja seiring berjalannya waktu membuatku dapat mempersilahkan cinta yang lain datang dengan menawarkan kebahagiaan padaku. Disitulah aku akan mengorbankan perasaanku untuk meraih bahagiaku walau tidak bersamanya
Inilah kisahku, kisah yang membawaku pada sebuah penantian, penantian yang berujung sia-sia.
kisah yang membuatku terbang melayang, membuatku jatuh dan terpuruk. Ya, inilah aku dan inilah kisahku.









                                                                                                                                                                WITH LOVE

                                                                                                                                                        SHELLY.MARCHELIA