Saturday, April 7, 2012

LOVE STORY 6


 ***
Juli  2005
“Ini bulan pertama sejak aku ditinggalkan, namun aku dan dia masih menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih, entah apa maksud dari semuanya. Aku ikuti maunya, aku jalani semuanya dengan sejuta tanda Tanya.”

Hari ini adalah hari ulang tahunnya, umurnya sudah genap 21, dan hari ini aku menyiapkan sedikit kejutan untuknya, ya walaupun tidak sebanding dengan apa yang sudah ia berikan pada ku setahun yang lalu.
Dia memang sudah tau bahwa aku akan pulang ke kota asalku hari ini, Semarang. Dan ia yang akan menjemputku, dan memang selalu begitu setiap aku pulang.
               Aku menghubungi adiknya, caca. “,ca kamu dimana? Temenin kaka kasih kejutan buat ka Rangga ya?”
“ iya ka, kaka sudah sampai mana memangnya?”
“sudah hampir sampai ca, tinggal beberapa stasiun lagi. Yaudah nanti kaka kabarin lagi ya” kataku dan langsung kututup gagang ponsel genggamku dan kumasukan kedalam tas.

Aku masih berfikir, apa yang harus aku lakukan setelah ini, aku hanya membawa hadiah yang aku bungkus rapih dan cantik, ya menurutku seperti itu. Setidaknya aku masih harus meembawakan kue tart. Otakku langsung tertuju pada toko kue dan itulah tempat yang harus aku datangi setelah aku sampai.

“beep beep beppp” ponselku bordering dan tertuliskan nama “rangga” di layarnya.

“hallo, “ kataku

“sudah sampai mana de? Kaka jemput sekarang ya?” katanya, sontak membuatku terkejut.

“ohh, masih jauh ka, nanti ade kabarin lagi yaaa” jawabku terburu-buru

“tuttt.. tutttt.. tuttt” panggilan terputus dan aku langsung menon-aktifkan ponselku.

Sampai akhirnya aku di kota ini, dan aku langsung bergegas menuju toko kue dan membeli 1 tart mini namun, aku tidak menemukan lilin berangka 21 disana, dan akhirnya aku memilih angka 9, ya walaupun gak banget,  namun aku fikir ini lebih baik dari pada tanpa lilin.

Aku sudah bertemu dengan caca, dan caca lah yang membantuku menyusun ini semua, terimaksih bela untuk semua ini.

Rangga mungkin sudah kesal karena ternyata ia sudah pergi ke stasiun untuk menjemputku dan aku sekarang berada di kafe dekat kampusnya, disini sudah ada teman-temannya, ya teman-temanya pun ikut andil dalam rencana ini.

Aku sudah merasakan tanda-tanda kehadiran rangga, dan benar saja tak lama setelah itu rangga datang dengan ekspresi wajah yang aku tau sekali itu adalah ekspresi marahnya. Aku berada di balik dinding dan ingin sekali aku berlari dan menghamburkan diriku di pelukannya, aku merindukannya. Inilah kali pertama aku bertemu dia setelah bulan lalu ia memutuskan aku. Aku menyayanginya, tak perduli waktu berhenti sekalipun.

“happy birthday to you, happy birthday to you” aku dan teman-temannya serentak menyanyikan syair lagu itu, sembari aku membawa kue tart berangka 9.

Aku mendekatinya, menyodorkan tart dan berkata “happy birthday sayang”
dia hanya tersenyum dan ia heran melihat lilin yang akan dia tiup berangka 9.

“ko angkanya 9 de? Tanyanya.

“iya soalnya kan sekarang tanggal 9, udah tiup aja. Make a wish dulu” aku mengalihkan pembicaraan mengenai lilin dan akhirnya api yang ada pada lilin padam.

“prokk prokk prokk” suara tepuk tangan mengisi keheningan jalanan kota Cirebon yang memang tidak ramai seperti Jakarta ketika lilin selesai ditiup.


Aku tidak menyangka, tidak menyangka bahwa hari itu adalah hari dimana ia benar-benar meninggalkanku. Aku kira ini akan menjadi bahagia, bukan sebaliknya.

Ia mengantarkanku pulang, ia masih menciumku, masih memelukku, masih menatapku. Namun entah mengapa pada saat itu aku meminta ia untuk berjanji tidak akan pernah berhenti menyayangiku. Dan entah mengapa ia menjadi emosi padaku, ia membentakku. Aku tidak tau dimana letak kesalahanku sehingga ia sebegitu marahnya.

Seperti ada yang runtuh di hatiku, aku mengusap pipiku yang basah karena air bening dari mataku tiba-tiba menetes. Ia hanya diam,seperti seorang yang tidak lagi perduli. Untuk melihatkupun dia sudah tidak sudi sepertinya. Sebegitu marahkah dia karena permintaanku itu?

Aku meminta maaf, dan ia tidak merespon permintaan maafku, hanya diam dan terus menatap ke depan. Suasana di dalam mobil semakin kacau semakin hening, dan aku tidak tau lagi harus berbuat apa.
 
“maafin kaka de, kaka udah nemuin perempuan yang lebih baik daripada kamu, perempuan yang buat hidup kaka beda, kaka mau kamu lupain semuanya. Sekali lagi maaf de” katanya dengan tatapan yang tetap ke depan tidak melihatku sama sekali


Airmataku sudah mengalir deras, nafasku sudah tidak beraturan karena menahan nangis dan menahan sakit yang luar biasa sakitnya. Aku tidak bisa lagi berkata apa-apa. Aku keluar dari mobil dengan seluruh daya yang kumiliki, berusaha agar tetap kuat. Tidak perduli sesakit apa yang ia berikan.

Aku membuka pintu pagar rumahku, aku tidak berlari aku berjalan seperti biasanya, dengan mengusap tetes tetes airmata yang keluar membasahi pipiku. Aku mendengar suara mobilnya pergi dan seketika aku menoleh dan berlari ke arah mobilnya pergi, kakiku seolah tak kuasa menahan tubuhku yang akhirnya membuatku jatuh, aku menangis. Karena sakit, sakit ditinggalkan, sakit akan perkataannya padaku.


No comments: